Bisakah Jumbo Menyalip KKN di Desa Penari Jadi Film Terlaris?
Tayang sejak awal April 2025, film animasi Jumbo melesat bak roket. Dalam waktu 41 hari film garapan Visinema ini sudah meraih 9.127.865 penonton.
Angka itu menggeser Agak Laen dari posisi nomor dua film Indonesia terlaris sepanjang masa yang sebelumnya meraup 9.127.602 penonton. Jarak Jumbo kini tinggal 933.168 penonton dari puncak daftar yang selama hampir tiga tahun ini ditempati KKN Di Desa Penari (2022) dengan 10.061.033 penonton.
Mungkinkah Jumbo menyalip KKN dan jadi yang terlaris sepanjang sejarah? Secara matematis, jawabannya sangat mungkin. Secara strategi dan karakter penonton? Di sinilah ceritanya jadi menarik.
Satu ajak segambreng
Film KKN Di Desa Penari butuh waktu sekitar 8 bulan untuk menyentuh angka 10 juta penonton, mulai dari tayang pada April 2022 hingga awal 2023. Itu pun dibantu dengan atmosfer pasca-pandemi di mana publik rindu hiburan luar rumah, plus isu viral yang terus menyelimuti ceritanya.
Bandingkan dengan Jumbo, yang dalam waktu 1 bulan 11 hari sudah mengantongi lebih dari 9,1 juta penonton dengan rata-rata 100 ribu hingga 200 ribu penonton per hari, bahkan di minggu ke-empat penayangan.
Angka harian ini terbilang luar biasa untuk film Indonesia, apalagi setelah satu bulan rilis. Umumnya, film lokal akan mengalami drop signifikan selepas minggu kedua.
Lihat Juga : |
Kalau pun masih ditonton, jumlahnya tak sampai 50 ribu per hari. Maka, fakta bahwa Jumbo masih bisa mencatat enam digit per hari adalah anomali yang patut diacungi jempol.
Pengamat sekaligus akademisi film Satrio 'Pepo' Pamungkas, ada faktor kunci yang membedakan Jumbo dari film-film lain, bahkan dari KKN Di Desa Penari.
"Karena anak nonton, orang tua harus nonton. Jadi satu kuota menonton bisa menarik tiga sampai empat orang. Kalau film dewasa paling sepasang atau sendiri. Nah, Jumbo ini menarik banyak karena anak ajak bapak-ibunya, bahkan sepupu atau teman-temannya," jelas Pepo saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (13/5).
Artinya, setiap satu niat nonton dari anak bisa melahirkan tiga hingga lima tiket. Ini menjelaskan kenapa Jumbo terasa seperti gelombang besar yang terus menggulung, bahkan ketika persaingan film baru di bioskop makin padat.
Lebih jauh, Pepo menjelaskan bahwa perilaku penonton anak-anak juga punya ciri khas yang berbeda dengan orang dewasa, yakni keinginan untuk nonton berulang kali.
"Anak-anak itu kan cara tontonnya bisa berulang. Sudah tonton, bisa tonton lagi. Itu luar biasa mendongkrak jumlah tiket yang terjual. Bahkan kalau enggak ditahan, ya akan ditonton terus," kata Pepo.
Hanya soal waktu
Dengan laju harian 100 ribu penonton dan gap sekitar 933 ribu, secara kasar dibutuhkan waktu 8-10 hari agar Jumbo menyentuh angka 10 juta. Dan bila tren bertahan seperti sekarang, bisa jadi pencapaian itu terjadi sebelum akhir Mei 2025.
Tapi bukan hanya soal hitung-hitungan, Pepo menyebut ada kekuatan lain yang menopang Jumbo: momentum yang pas dan keinginan kuat publik untuk berada di dalam bioskop bersama keluarga mereka.
"Dia pas banget (rilis) saat libur Lebaran. Kan banyak (tayangan) horor sama drama. Lalu tiba-tiba ada satu animasi cerita tentang Indonesia di era liburan anak dan keluarga, itu jadi momentum yang membuat Jumbo dibicarakan, jadi tren di kalangan anak-anak kecil," paparnya.
Jadi, Bisakah Jumbo Menyalip KKN Di Desa Penari? Jawabannya: hampir pasti, kecuali ada faktor besar yang menghentikan laju penayangannya.
Pepo juga menjelaskan beberapa hal yang membuat Jumbo bertahan bahkan hampir menduduki takhta film terlaris menyalip KKN Di Desa Penari.
Lihat Juga :WAWANCARA EKSKLUSIF Ryan Adriandhy dan Kesuksesan Jumbo yang Beyond Expectation |
Hal itu mulai dari masa tayang yang masih panjang, rekomendasi dari mulut ke mulut (word of mouth), perilaku penonton anak yang suka mengulang tontonan, momentum penayangan saat liburan, hingga daya tarik audio visual serta cerita yang memikat.
"Publik merasa disuguhi tayangan yang memanjakan. Ini membangkitkan lagi bioskop sebagai ruang hiburan bagi anak-anak Indonesia," tutup Pepo.
Kalau semua berjalan lancar, dalam hitungan hari kita tak lagi berbicara soal "bisakah?", tapi soal "kapan?". Ketika itu terjadi, bukan hanya Jumbo yang meraih rekor, tapi juga sinema anak lokal yang resmi menorehkan sejarah baru di layar lebar Indonesia.
(tst/mik)