Kreator Merah Putih: One for All Jawab Isu Biaya Produksi Rp6,7 M
Sutradara dan produser eksekutif film Merah Putih: One For All, Endiarto, buka suara tentang isu yang menyebut karya animasi tersebut menelan biaya produksi hingga Rp6,7 miliar.
Ia mengaku tidak tahu dari mana rumor produksi Merah Putih mencapai miliaran rupiah itu muncul. Endiarto bahkan merasa angka itu begitu fantastis jika benar-benar diterima dirinya dan tim produksi.
"Saya enggak tahu juga itu angka ketemu dari langit atau apa," ujar Endiarto dalam acara detikpagi pada Senin (11/8).
"Bahkan ada satu media yang mewawancarai saya, 'Betul enggak Pak Endi ada anggaran Rp64 miliar?' Waduh, saya kalau dapat itu sudah glowing kayaknya," lanjutnya.
Biaya produksi menjadi salah satu topik yang riuh disorot netizen sejak Merah Putih: One for All viral di media sosial. Film itu sempat diklaim menelan biaya produksi Rp6,7 miliar dengan pengerjaan kurang dari satu bulan.
Rumor biaya anggaran tersebut muncul pertama kali lewat unggahan akun yang membahas perfilman di Instagram, @movreview, pada Jumat (8/8). Unggahan tersebut mengutip ucapan Produser Eksekutif film ini, Sonny Pudjisasono.
"Film garapan Endiarto dan Bintang ini berdurasi 70 menit ini diketahui memakan budget produksi hingga 6,7 miliar rupiah seperti yang diutarakan Produser Eksekutif Sonny Pudjisasono." tulis postingan yang juga menyertakan akun Toto Soegriwo tersebut.
Jangka waktu pengerjaan yang sangat singkat ini memunculkan dugaan bahwa proyek tersebut dikerjakan terburu-buru, seolah menggunakan prinsip "the power of kepepet" agar bisa tayang bertepatan dengan momen HUT ke-80 RI pada 17 Agustus.
Netizen juga menjadi heran jika biaya produksi itu terbukti mencapai Rp6,7 miliar ketika menonton trailer yang menampilkan kualitas animasi Merah Putih: One for All.
Sebagai perbandingan, biaya produksi anime sekelas One Piece atau Demon Slayer per episodenya hanya sekitar Rp1,8 miliar, dengan kualitas yang jauh lebih tinggi.
Kritik warganet juga datang dari terungkapnya fakta bahwa aset-aset yang dipakai dalam film, seperti latar jalanan dan karakter, bukan dibuat secara mandiri melainkan dibeli dari toko digital seperti Daz3D. Hal ini dibocorkan oleh YouTuber Yono Jambul.
"Mereka ada adegan jalan, kan. Nah mereka belinya aset street of Mumbai. Aneh banget kan makanya jalannya," ucap Yono, seperti diberitakan detik.
Penggunaan aset siap pakai tanpa penyesuaian yang memadai membuat film ini minim nuansa lokal dan terasa aneh secara keseluruhan. Para warganet menilai bahwa selera artistik animatornya kurang, sehingga semakin memperkuat kesan buruk pada film.
Anggaran miliaran rupiah pun dipertanyakan. Warganet curiga, biaya karakter dan set yang dibeli hanya belasan dolar, namun anggaran produksi diklaim mencapai miliaran rupiah.
Menanggapi berbagai kritikan, produser film, Toto Soegriwo, justru menanggapi dengan nada sindiran melalui akun Instagram-nya.
"Senyumin aja. Komentator lebih pandai dari pemain. Banyak yang mengambil manfaat juga kan? Postingan kalian jadi viral kan?," tulisnya.