Kreator Yakin Grup no na Bisa Lampaui KPop
Kreator atau penggagas girl group no na meyakini bahwa grup perempuan asal Indonesia tersebut akan mampu bersaing dengan KPop.
Martin Hartono, CEO GDP Venture yang membawahi 88rising selaku agensi no na menyebut, pembuatan grup itu juga memiliki misi soft power yang membawa potensi dan ciri khas Indonesia.
"Kami membentuk no na dengan keyakinan bahwa girl group Indonesia bisa melampaui KPop," kata Martin dalam acara Power Lunch 'Membangun Percakapan Global Lewat Entertainment' pada Rabu (8/10).
"Dan yang menarik, data yang diperoleh dari Orchid, fanbase no na, menunjukkan penggemar terbesar kedua mereka justru berasal dari Korea. Hal ini membuktikan bahwa soft power bisa hadir lewat cara yang segar dan relevan bagi audiens global."
Girl group Indonesia pertama yang beranggotakan Baila, Christy, Shaz, dan Esther tersebut juga sudah mengantongi 23,8 juta YouTube views sejak debut pertama kali pada 2 Mei 2025.
Video klip terpopuler grup tersebut di YouTube adalah shoot yang dirilis pada Mei 2025 dan sudah mengantongi 7,6 juta views. Video musik berbahasa Inggris itu juga menampilkan keindahan alam di Indonesia.
Lagu tersebut juga sempat viral di media sosial seperti TikTok. Hingga Kamis (9/10), sound lagu shoot sudah digunakan lebih dari 66 ribu kali. Mereka juga sudah merilis album debut bertajuk Orchids (Lullabies) pada 10 Juli 2025.
"Indonesia mampu menciptakan girl group dengan karakter dan penampilan berbeda di setiap anggota sesuatu yang jarang dilakukan di negara lain. Pendekatan ini berhasil karena menunjukkan keaslian dan keberagaman khas Indonesia," kata Martin.
Dengan begitu, no na memperpanjang daftar musisi asal Indonesia yang berada di bawah naungan label 88rising, mulai dari Rich Brian, NIKI, Stephanie Poetri, Warren Hue, dan VOB.
Beberapa nama tersebut sudah memiliki basis penggemar internasionalnya sendiri, seperti Rich Brian, NIKI, dan VOB yang sudah melanglang buana menggelar tur dunia.
Keberadaan no na dan sejumlah musisi Indonesia di label Hollywood tersebut juga memperkuat keberagaman pengenalan budaya dan potensi Indonesia di bidang hiburan, selain daripada kreasi budaya tradisional, atau dengan kata lain memperkuat soft power Indonesia.
Martin menyebut soft power memang biasanya tumbuh dari negara maju yang sudah memiliki fondasi ekonomi yang kuat. Namun bukan berarti negara yang masih berkembang tidak bisa memilikinya.
"India menjadi contoh yang berhasil, mereka dikenal dunia melalui Bollywood. Indonesia juga memiliki potensi serupa dengan kekayaan budayanya yang sangat beragam," kata Martin Hartono.