Jakarta, CNN Indonesia -- Empati adalah dasar dari rasa hormat. Tapi apa yang mendasari hormat, dan bagaimana dapat mengajarkannya kepada anak-anak? Sebenarnya, empati bisa disebut sebagai bakat yang dapat mengantarkan anak pada pengendalian diri.
Penelitian juga menunjukkan bahwa empati merupakan fenomena kompleks yang melibatkan beberapa keterampilan komponen seperti:
• Rasa kesadaran diri dan kemampuan untuk membedakan perasaan sendiri dari perasaan orang lain.
• Menempatkan diri dalam situasi orang lain.
• Mampu mengatur respons emosional seseorang.
Keterampilan ini mungkin tampak seperti masalah standar yang nantinya akan muncul dengan sendirinya seiring perkembangan tumbuh anak.
Faktanya banyak juga orang dewasa yang belum tentu memiliki kedewasaan untuk mampu berempati. Seperti yang sering ditemui di jalanan ketika ada orang terluka, hanya sedikit orang akan membantu.
Hal tersebut bukan berarti seseorang tidak berperasaan tetapi mereka mengalami kesulitan untuk menghadapi reaksi emosional mereka sendiri terhadap kesusahan orang lain.
Jangan biarkan anak tumbuh tanpa adanya rasa empati karena nantinya mereka akan sulit menghargaai perasaan orang lain. Berikut beberapa tips yang dapat dilakukan untuk melatih dan memunculkan rasa empatinya.
Kondisikan kesulitan anak dan ajarkan cara mengatasinya. Studi menunjukan bahwa anak-anak akan mengembangkan rasa empatinya ketika kebutuhan emosionalnya tersentuh.
Contoh anak membutuhkan sesuatu namun ia harus berusaha memintanya kepada orang tua, saat itulah anak akan berusaha menggambarkan perasaanya agar dimengerti oleh orang tuanya.
Ajak anak berdiskusi tentang peristiwa yang tergambar di TV atau di sekitar dan tanyakan apa yang kamu lakukan bila berada dalam situsi seperti mereka, dan sebaiknya apa yang harus kita lakukan untuk membantu mereka.
Sebagai ungkapan rasa empati dapatkah anak untuk memprtaktekan beberapa ekspresi seperti sedih, bergembira dan takjub, meski hanya sekedar berakting, hal ini dapat mengasah imajinasi dan meningkatkan kekuatan empati juga.
Saat seseorang berekspresi, peneliti mendeteksi perubahan aktifitas otak sesuai ekspresi yang digambarkan (Decety, Jackson 2004), cara ini juga dapat menjadi alternatif untuk mengasah empati anak menanggapi situasi.
Kembangkan moralitasnya berdasarkan inisiatif anak, bukan karena imbalan dan hukuman. Menjadi simpatik dengan spontan sangat mungkin bila sedari kecil mereka berempati bukan berdasarkan dorongan adanya imbalan atau hukuman.
Seseorang terlihat psikopat, atau tega menyakiti orang lain bukan karena mereka orang jahat, namun karena mereka memiliki penekanan emosional terhadap rasionalitas yang salah, sehingga tepat menaggapi hal kritis yang dialami orang lain dapat membuat anak belajar untuk menyikapi diri dalam situasi yang sulit nantinya.
(rkh/rkh)