Yogyakarta, CNN Indonesia -- Pertama kali mendengar nama tempat ini, hal yang pertama kali dipikirkan adalah suatu tempat yang basah layaknya kali pada umumnya. Namun, bayangan saya ini kemudian hilang ketika saya sampai di lokasi wisata Kali Biru ini, sangat jauh dari bayangan saya.
Tepat pukul 14.00 WIB, saya dan rekan saya memulai perjalanan menuju lokasi Kali Biru yang sedang terkenal saat ini. Dengan mobil rekan saya, kami berangkat dengan rasa penasaran, bermodalkan aplikasi Google Paps di gadget saya pertama kami menuju kota Wates, Ibukota Kabupaten Kulon Progo. Akses jalan menuju kota Wates terbilang cukup mudah, petunjuk arah sangat jelas dan kondisi jalan juga baik. Setelah menempuh perjalanan 45 menit kami sampai di kota Wates.
Dari sini kami langsung menuju barat kota Wates, yaitu menuju ke Waduk Sermo. Perjalanan menuju Waduk Sermo kami tempuh dengan waktu 30 menit dan akses jalannya pun terbilang baik dan mudah ditemukan. Waduk Sermo memang salah satu andalan wisata dari Kulon Progo.
Sampai di Waduk Sermo kami mengurangi kecepatan mobil dan menikmati keindahan Waduk Sermo dari dalam mobil. Keindahan ini seolah hanya sebagai pembukaan dari keindahan yang sesungguhkan ingin kami tuju, yaitu Kali Biru. Dengan adanya Waduk Sermo semakin meyakinkan saya akan bayangan saya mengenai Kali Biru.
Namun, ketika sampai di satu pertigaan kami melihat petunjuk arah menuju Kali Biru yang mengarah ke atas gunung yang mengelilingi Waduk Sermo ini. Sempat bingung, tetapi kami tetap mengikuti petunjuk tersebut. Perjalanan semakin menantang karena akses jalan menuju Kali Biru bisa dibilang sangat memacu adrenalin, jika tidak dibawa oleh pengendara yang tidak ahli bisa berbahaya karena tanjakan yang curamnya hampir 60 derajat, dan jalan yang hanya cukup untuk satu mobil harus dilewati perlahan-lahan.
Setelah melewati rintangan tersebut kami sampai di gerbang wisata Kali Biru. Dengan membayar biaya retribusi sebesar Rp5.000. Di sini bayangan saya kemudian hilang karena Kali Biru sebenarnya bukanlah kali/sungai dalam arti sebenarnya.
Untuk menuju puncaknya kami harus berjalan menanjak. Hawa dingin yang menyegarkan seakan menghapuskan kekecewaan saya terhadap bayangan saya yang sangat jauh. Hutan yang hijau menyegarkan mata yang jarang dapat ditemukan di kota. Jalanan yang sepi, rumah penduduk yang asri, dan ketenangan yang masih sangat dijaga dengan baik membuat saya merencanakan untuk tinggal lama di sini.
Secara geografis Kali Biru terletak di ketinggian 450 mdpl perbukitan Menoreh. Lokasinya sendiri 40km dari kota Yogyakarta dan 10km dari Kota Wates. Berada di sisi barat Yogyakarta, konon dahulu sektar 200 tahun silam di pegunungan ini Pangeran Diponegoro bersama pasukannya pernah berperang melawan Belanda, sebelum akhirnya ditipu dan dibuang ke Sulawesi hingga meninggal di sana.
Kali Biru dulu merupakan tanah yang tandus karena menjadi korban dari penebangan liar. Perlu waktu puluhan tahun untuk mengembalikan Kali Biru menjadi seperti sekarang ini, yang asri, hijau, dan sejuk. Usaha ini dilakukan oleh warga sekitar desa Kali Biru yang bersemangat untuk mengembalikan desanya hijau seperti semula dan mengecam penebangan liar di desa Kali Biru.
“Ketika alam dan manusia berkerja sama maka keduanya akan saling melengkapi bahkan menghidupi,” kata penjaga
homestay yang juga warga asli Kali Biru.
Puas berbincang dengan salah satu warga lokal, kami melanjutkan perjalanan kami menuju puncak Kali Biru. Puncak Kali Biru memang tidak terlalu tinggi, namun sangat curam, sehingga sedikit membuat lelah. Warga di sini sudah mempersiapkan desanya untuk dijadikan tempat wisata secara matang, fasilitas seperti
outbound, penginapan, warung makan, toilet, dan akses jalan sudah dipersiapkan dengan baik, sehingga pengunjung yang datang dipermudah untuk menikmati desa Kali Biru ini.
Hampir sampai di puncak, suara teriakan histeris terdengar dari atas yang semakin membuat kami penasaran. Sembari berjalan melewati pohon-pohon pinus yang tinggi kami melihat pemandangan yang sangat menyegarkan mata.
Sesampainya di puncak, kami melihat orang berjalan di atas kami yang ternyata adalah orang yang sedang menikmati fasilitas
outbound yang dipersiapkan oleh pemuda warga desa Kali Biru. Fasilitas
outbound sederhana ini terdiri dari berbagai macam rintangan, mulai dari jaring laba-laba, jembatan gantung, berjalan di atas tali, dan yang membuat orang teriak histeris adalah
flying fox yang sangat memacu adrenalin karena terbang di atas ketinggian 450mdpl.
Rasa penasaran kami membawa kami langsung menuju ke tempat
outbound untuk mencoba fasilitas ini. Dengan berani saya langsung memulai rintangan yang pertama yaitu berjalan di atas jaring laba-laba yang di bawahnya adalah jurang yang dalam, selesai di rintangan pertama saya lanjut mencoba berjalan di jembatan gantung, dan berjalan di atas tali.
Rintangan terakhir adalah rintangan yang ditunggu-tunggu, yaitu
flying fox. Setelah diberi aba-aba oleh petugas, saya langsung terbang di ketinggian 450mdpl. Cukup menegangkan namun menyenangkan. Jangan khawatir akan keselamatan dalam permainan ini, karena peralatan yang digunakan sudah sesuai standar
outbound pada umumnya.
Puas menikmati
outbound kami menuju puncak duduk menikmati pemandangan sore dari atas Kali Biru. Datang pada waktu matahari tenggelam atau terbit adalah waktu yang paing tepat untuk menikmati keindahan alam bersama orang terdekat. Dari puncak sini, pengunjung dapat menikmati pemandangan perbukitan di bukit Menoreh. Birunya Waduk Sermo pun terlihat jelas dari atas sini.
Jika kondisi cuaca sedang bersahabat pengunjung dapat menikmati pemandangan deburan ombak laut selatan dari atas sini. Namun sayang, kami datang di saat kondisi mendung dan kabut sudah mulai turun pada sore itu. Sedikit menoleh ke arah timur, pengunjung dapat melihat gemerlapnya lampu-lampu kota Yogyakarta di malam hari dan padatnya bangunan perkotaan di siang hari.
Di sisi selatan puncak terdapat pohon pinus yang tinggi yang dijadikan gardu pandang oleh masyarakat sekitar. Pohon pinus ini terletak di pinggir jurang, dari pohon ini kita bisa merasakan hembusan angin kebebasan sembari menikmati pemandangan secara lebih luas. Pohon ini menjadi ikon dari kawasan wisata Kali Biru ini.
Maka jangan takut untuk naik ke atas pohon dan menikmati hembusan angin di atas papan kayu sambil mengabadikan momen dengan lensa kamera dan tentunya semua fasilitas di sini sudah sesuai dengan standar keamanan.
Dari atas papan kayu ini kita bisa menikmati matahari yang hendak bergantian dengan bulan untuk bersinar di langit sore hari dan pagi hari. Di puncak Kali Biru, tempat yang pas untuk dinikmati bersama orang tersayang sambil meneguk segelas kopi panas dengan ditemani matahari yang memancarkan cahaya emasnya yang mulai meredup di sore hari. Seakan tidak ada beban yang harus dipikirkan, tugas yang menumpuk, tagihan yang menunggu untuk dilunasi, dan kesibukan bersama orang-orang di perkotaan.
Rasa penasaran saya terbayar sudah, bayangan saya akan Kali Biru yang basah hilang ketika sampai di gerbang Kali Biru. Puas menikmati Kali Biru kami langsung pulang menuju ke realita kami di kota Yogyakarta. Wisata ini kali ini menjadi daya tarik wisata alam baru di Kulon Progo, harmonisasi alam dan manusia terbukti menghasilkan suatu bentang alam yang sangat luar biasa karena sejatinya alam dan manusia hidup bersama dan saling menghidupi. Jadi tetap jagalah keseimbangan antara alam dan manusia.
(ded/ded)