Jadilah Mahasiswa yang Merupakan Kunci Peradaban Bangsa Ini

Deddy Sinaga | CNN Indonesia
Rabu, 15 Jun 2016 09:09 WIB
Ketika kamu nanti duduk di bangku kuliah, jangan lupa ya, kamu itu adalah kunci peradaban bangsa ini. Kamu agen perubahan.
Aksi mahasiswa. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Surabaya, CNN Indonesia -- Bicara tentang peradaban bangsa berarti juga menyinggung pelaku peradabannya. Dalam dinamika pradaban bangsa Indonesia tidak bisa dipungkiri bahwa mahasiswa adalah salah satu pelopor pembangunnya.

Mengapa mahasiswa? Mahasiswa dapat dikatakan sebagai individu yang sedang menuntut ilmu di tingkat perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta atau di lembaga lain yang setingkat dengan perguruan tinggi (Siswoyo 2007, 121).

Mahasiswa sebagai kaum intelektual dianggap mempunyai kecerdasan dalam berpikir kritis, dan kerencanaan dalam bertindak. Bertindak secara cepat dan tepat merupakan sifat yang melekat pada mahasiswa dan seolah tak dapat terpisahkan. Mahasiswa bertindak dengan aksi yang matang dan nyata untuk memantapkan sebuah pendirian.

Proses belajar di perguruan tinggilah yang menjadi titik temu mahasiswa dengan intelektual dan perkembangan kepribadiannya. Menurut pendapat Langeveld (dalam Ahmadi & Sholeh 1991, 90) ciri-ciri mendasar kedewasaan seseorang yaitu ;
1. Dapat berdiri sendiri dalam kehidupannya. Dia tidak selalu meminta bantuan orang lain dan bila ada bantuan dari orang lain, tetap ada pada tanggung jawabnya dalam menyelesaikan tugas-tugas hidup.
2. Bisa bertanggung jawab dalam asrti yang sebenarnya terutama moral.
3. Memiliki sifat konstruktif terhadap masyarakat dimana dia berada.

Fase perkembangan membawa mahasiswa pada kedewasaan, yang merupakan faktor pendorong untuk berpikir secara lebih konstruktif. Kedewasaan pola pikir menyadarkan mereka, bahwa menjunjung tinggi moral adalah tanggung jawab yang harus ditegakan dengan tiang keyakinan yang kokoh demi bangsa dan negara. Hal inilah yang menjadikan seorang mahasiswa memiliki kepribadian dan corak tersendiri.

Sikap ingin tahu, skeptis, demokratis, dan tidak apatis mengantarkan mahasiswa untuk turun aksi demi langkah pasti peradaban bangsa Indonesia. Berkaca kembali dengan air jernih di tanah Indonesia, gerakan dan gebrakan menuju reformasi lagi-lagi mencetak mahasiswa sebagai pelaku sejarah.

Tragedi 7 Mei 1998 “Reformasi sedang dalam perjalanan” , 14 Mei 1998 “Puluhan mahasiswa Trisakti masih hilang”, 15 Mei 1998 “Puluhan ribu mahasiswa kembali turun ke jalan”, 18 Mei 1998 “Mahasiswa tuntut segera sidang istimewa MPR”, 20 Mei 1998 “Puluhan ribu mahasiswa ‘Duduki’ DPR” (Sumarno 1998).

Perjalanan berdarah yang ditempuh bukan hanya sekedar aksi kosong. Mengambil langkah pasti dan tekad yang kuat, mahasiswa menabuh genderang Reformasi, menggelindingkan roda Reformasi dengan begitu cepat hingga menerjang tahta kepresidenan selama 32 tahun. Dimensi kehidupan berjalan ke depan, detik demi detik merangkai hari-hari baru.

Perjalanan sejarah generasi muda bangsa yang tercatat di masa lalu seolah memiliki “rasa” tersendiri bagi generasi-generasi muda pada zaman sekarang ini. Sikap apatis harus benar-benar dihilangkan karena anak terlantar, penyimpangan sosial, korupsi dan KKN adalah persoalan negeri yang tidak bisa diselesaikan dengan hanya diam saja dan tidak perduli.

Kembali lagi pada stigma yang melekat pada mahasiswa yaitu sebagai agent of change. Mahasiswa tidak hanya wajib membawa ijazah namun juga harus melakukan perubahan dengan langkah kongkrit dari ilmu pengetahuan dan pengalaman selama berada dalam kampus.

Bangsa ini mengalami dilema, bangsa ini butuh figur pemandu, bangsa ini sudah bergeser maknanya. Nampaknya hidangan generasi muda sekarang hanya hura-hura, menjadi manuver modernisasi dan akhirnya menjadi kaum oportunis. Mahasiswa menjadi kehilangan jati diri hanya karna kata “maha” dalam status akademisnya.

Bangsa ini membutuhkan nutrisi untuk menjawab tantangan zaman, siapa lagi nutrisi itu kalau bukan generasi muda Indonesia. Mahasiswa dididik untuk menjadi kaum intelektual yang kreatif, tidak apatis, dan kontributif. “Tantangan zaman yang kita hadapi sekarang ini tidak melulu berupa satu tantangan ilmiah belaka” (Sukarno 1987, 28).

Berkaca kembali dengan rentetan aksi mahasiswa pendobrak gerbang Reformasi. Ribuan nyawa melayang, cucuran darah jadi saksi sejarah menuntut demokrasi.

Jadikan itu genderang yang menggebu untuk revolusi bangsa Indonesia sekarang ini. Pastikan bahwa generasi muda Indonesia adalah pemegang hari kemudian. Sang Proklamator berkata “Sejarah tanpa orang besar itu mustahil”. Gerbang Reformasi terbuka karena mahasiswa yang membuka gemboknya.

Peradaban Indonesia beralih dari Orde Baru menuju Reformasi tidak dengan rapat pleno oleh orang-orang berdasi, tapi dengan darah sebagai keringatnya. Membuka catatan sejarah lebih ke belakang lagi saat berusaha mewujudkan kemerdekaan dari penjajahan, mahasiswa juga merupakan tokoh pendobraknya.

Usaha menyiarkan kemerdekaan pada 1945 sangat gencar dilakukan. “Pimpinan mahasiswa mengambil inisiatif untuk mengeluarkan surat kabar harian yang dikelola oleh mahasiswa sendiri pada hari itu juga” (Martosewojo et al. 1983, 129).

Demi berkibarnya merah putih mahasiswa pada saat itu begitu gencar melakukan berbagai tindakan semata-mata hanya untuk Bangsa Indonesia. Begitu pula gerakan-gerakan Reformasi dan aksi-aksi lain yang dilakukan untuk bisa menjadikan Indonesia negara yang makmur dan sejahtera.

Sang proklamator Ir.Soekarno (dalam Sukarno 1987 , 201) berkata pada pemuda Indonesia “Selesaikan revolusi kita ini ke arah tiga kerangka yang sudah dikenal semua orang”: 
a. Pertama: mendirikan satu Republik Indonesia Kesatuan, berwilayah kekuasaan dari Sabang sampai Merauke.
b. Kedua: didalam republik itu diadakan satu masyarakat yang adil dan makmur, yang memberi kebahagiaan, kepada semua warga negara Republik Indonesia antara Sabang sampai Merauke.
c. Ketiga: Menempatkan Republik Indonesia Kesatuan dengan masyarakat yang adil dan makmur di dalamnya itu didalam barisan persahabatan segala bangsa, di dalam barisan perdamaian daripada segala bangsa.

Dewasa ini banyak mahasiswa yang justru tidak berkontribusi untuk melakukan tindakan di masyarakat. Perilaku penyimpang yang marak sekarang ini mengarah pada generasi muda yang tidak seharusnya melakukan tindakan-tindakan seperti itu. Ada faktor yang mendasari terjadinya banyak penyimpangan tersebut. Graham (dalam Sarwono 1989 , 199) membagi faktor-faktor penyebab penyimpangan itu ke dalam 2 golongan, yaitu :
1. Faktor Lingkungan:
a. Malnutrisi
b. Kemiskinan
c. Gangguan lingkungan
d. Migrasi
e. Faktor sekolah
f. Keluarga yang tercerai berai
g. Gangguan dalam pengasuhan oleh keluarga

2. Faktor Pribadi:
a. Faktor bakat yang mempengaruhi tempramen
b. Cacat tubuh
c. Ketidakmampuan untuk menyesesuaikan diri.

Hal-hal yang demikian menjadikan generasi muda khususnya mahasiswa bergeser peran dan maknanya. Mahasiswa harus memiliki kemauan untuk bangun dari mimpinya yang terpengaruh modernisasi. Peradaban ini tidak sedang menunggu waktu tetapi sedang berpacu dengan waktu.

Globalisasi menghadirkan modernisasi, MEA sudah berlangsung dan kaum intelektual(mahasiswa) harus bisa menjadi tameng untuk negeri sendiri demi peradaban bangsa yang lebih baik ke depannya dan mampu untuk mengaktualisasikan jati diri di mata dunia. Agar perjuangan yang dirangkai mulai dari teriakan kata “merdeka” sampai memasuki gerbang Reformasi tidak hanya sebagai catatan sejarah. Justru dari perjuangan-perjuangan yang telah dilalui itu adalah awal dari peradaban bangsa baru yang harus terus diperjuangkan. (ded/ded)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER