Jakarta, CNN Indonesia -- Penyerangan selama tiga hari di Paris, Perancis, pada pekan lalu yang diduga dilakukan oleh ekstremis Islam mengejutkan warga dunia. Namun, Duta Besar Mesir untuk Indonesia Bahaa Dessouki menyatakan penyerangan yang dimulai dari insiden penembakan di majalah mingguan satire Charlie Hebdo tidak dilakukan oleh kalangan muslim.
"Kami sebagai negara muslim pasti mengecam tindakan tersebut, dan kami yakin pelakunya bukan muslim," ujar Dessouki usai bertemu dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla, di Kantor Wapres, Jakarta, Senin (12/01).
Dessouki menambahkan bahwa ada dugaan saat ini sekolompok orang yang hendak memojokkan Islam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Islam tidak pernah mengajarkan perbuatan teror, Islam itu penuh damai, pengampunan, dan toleransi," ucapnya menjelaskan.
Dessouki menilai penggambaran karikatur Nabi Muhammad SAW tidak akan dibalas oleh kekerasan oleh muslim di seluruh dunia.
"Andaikan saja Nabi Muhammad masih hidup, dan Rasul melihat, apakah mereka akan dibunuh? Tidak sama sekali," ucap Dessouki.
Dessouki menilai bahwa Nabi Muhammad SAW, yang tidak lain pemimpin Islam paling besar sepanjang masa, akan memaafkan perbuatan penggambaran kartunis tersebut. Sehingga Dessouki yakin pelaku penyerangan Charlie Hebdo bukan berasal dari kalangan muslim.
"Nabi Muhammad SAW akan mengasihi dan memaafkan, karena Rasul cinta damai," kata Dessouki.
Reaksi MesirSebelumnya, sejumlah wartawan di Mesir berpartisipasi dalam aksi solidaritas yang mengutuk terorisme dan ekstremisme di depan kantor media Press Syndicate di Kairo, Minggu (11/1).
Para wartawan menunjukkan solidaritas dengan meluncurkan aksi protes dalam diam, dengan mengangkat pena, dan membawa spanduk berbunyi, "The Press Syndicate mencela tindak pidana terhadap wartawan, dan terorisme, dalam segala bentuk."
Selain itu, lembaga keagamaan Islam terkemuka di Mesir, Al-Azhar, telah merilis pernyataan yang mengutuk serangan di kantor Charlie Hebdo. Dalam akun Facebook resminya, Al-Azhar menyebut serangan ini sebagai "aksi kriminal" pada Rabu (7/1).
Pada hari yang sama, pemerintah Arab Saudi juga merilis pernyataan yang mengecam aksi terorisme ini.
"Kerajaan Arab Saudi sangat mengutuk dan mengecam aksi terorisme. Tindakan pengecut ini ditolak oleh agama Islam yang sebenarnya, dan juga agama dan keyakinan lain di dunia," bunyi pernyataan dari kantor berita Arab Saudi, SPA, dikutip dari Reuters, Rabu (7/1).
Serangkaian serangan di Paris dimulai dari insiden penembakan di kantor majalah mingguan kontroverial Charlie Hebdo oleh dua orang bersenjata pada Rabu (7/1) siang. Dalam insiden yang diduga dilakukan oleh kaka-beradik Said dan Cherif Kouachi tersebut, sebanyak 12 orang tewas, termasuk empat kartunis ternama dan petugas polisi.
Sehari setelah insiden penembakan Charlie Hebdo, serentetan serangan bom terjadi pada Kamis (8/1) dini hari di toko kebab di sebelah masjid di pusat kota Villefrance-sur- Saone, dekat Lyon. Tak ada korban tewas maupun terluka.
Di hari yang sama, baku tembak terjadi di Montrouge, Paris selatan, yang diduga dilakukan oleh Amedy Coulibaly. Satu orang polisi wanita tewas.
Hingga saat ini polisi berhasil menembak mati Kouachi beraudara yang berasal dari Aljazair, melalui pengepungan di kawasan Dammartin-en-Goele, 40km sebelah timur laut pusat kota Paris, pada Jumat (9/1).
Sementara, Amedy Coulibaly berhasil ditembak mati ketika melakukan penyanderaan di toserba Yahudi, Hyper Cacher, di Porte de Vincennes, Paris timur, pada Jumat (9/1). Sebanyak empat sandera tewas dan 15 sandera lainnya selamat dalam serangan ini.
Namun, kekasih Coulibaly, Hayat Boumeddiene, masih menjadi buron. Hingga saat ini, wanita ini masih diburu kepolisian Perancis dan terakhir dikabarkan
berada di Suriah.Pemerintah Perancis sendiri telah mengerahkan hampir 90 ribu petugas keamanan sejak serangan di kantor majalah mingguan Charlie Hebdo, yang sejak lama selalu menimbulkan kontroversi dengan mengejek pemimpin politik, pemuka agama, Islam serta agama lain.
(ama/stu)