Caracas, CNN Indonesia -- Masyarakat Venezuela harus antre untuk membeli berbagai produk rumah tangga yang jumlahnya kian minim, sementara kebutuhan semakin bertambah. Tidak jarang, warga di barisan belakang tidak mendapatkan apa yang mereka cari, mulai dari susu hingga kertas toilet.
Warga berdatangan dari subuh hanya untuk mendapatkan antrean terdepan untuk membeli kebutuhan pokok. Antrean terlihat mengular di beberapa toko yang menjual makanan bersubsidi pemerintah di tengah perekonomian yang kian sulit.
Dalam keadaan seperti ini, muncul profesi baru di kalangan masyarakat Venezuela: tukang antre. Tugas mereka sederhana, bangun pagi untuk menempati posisi antre di depan dan menjual titik itu pada pembeli. Profesi ini kian diminati karena upahnya yang menggiurkan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pekerjaan ini membosankan tapi lumayan untuk menyambung hidup," kata seorang pria bernama Luis, 23, yang berdiri bagian terdepat antrean, di belakangnya ada ratusan orang berbaris, padahal matahari baru saja terbit di kota Caracas, seperti diberitakan Reuters, Rabu (21/1).
Menganggur sejak akhir tahun lalu, Luis bisa mendapatkan bayaran hingga 600 bolivar atau sekitar Rp1,1 juta untuk sebuah titik antrean. Dia bisa melakukannya dua hingga tiga kali sehari.
"Ada wanita yang akan datang pukul 8 pagi untuk tempat ini. Dia sudah membayar di muka. Untuk menghabiskan waktu saya berbincang dengan warga, perbincangannya bisa mengasyikkan. Jika tidak, saya bermain ponsel," kata Luis sambil menepuk dompetnya yang tebal.
 Antrean warga mengular di beberapa toko milik pemerintah Venezuela yang menjual produk bersubsidi yang jauh lebih murah dibanding toko lainnya. (Reuters/Jorge Silva) |
Produk murahFenomena ini dimulai dua tahun lalu namun tiba-tiba meningkat bulan ini saat distribusi Natal dan Tahun Baru yang lambat membuat kurangnya produk kebutuhan pokok warga, mulai dari susu, daging, tisu toilet hingga popok.
Alcira Garcia, wanita berusia 60 tahun dari wilayah miskin di Caracas, Macarao, mengantre sejak jam 4 pagi untuk membeli makanan murah distribusi pemerintah. Dia baru mendapatkan giliran masuk toko pada pukul 11 siang.
Awalnya, dia ingin membeli daging, tapi sudah habis. "Tapi saya dapat ayam, nasi, minyak dan tisu toilet, cukup sepadan," kata Garcia.
Daging ayam saat itu di supermarket pemerintah, Bicentenario, dijual 43 bolivar per kg, atau Rp84 ribu, empat kali lebih murah ketimbang di toko swasta. Harga yang jauh lebih murah ini membuat warga rela antre berjam-jam.
Menyiasati agar antrean tidak kacau, beberapa pemilik toko memberikan kertas nomor antre atau memberikan stempel di lengan pengantre. Beberapa keluarga menurunkan orang lanjut usia atau anak-anak di antrean, hal ini agar orang lain iba dan memberikan posisi di depan.
Beberapa warga yang nakal membeli lebih dari yang mereka perlukan dari toko dan menjual kembali dengan harga dua kali lipat. Polisi baru-baru ini menahan para penimbun yang menjual barang tersebut di perbatasan antara Venezuela dengan Kolombia dan Brasil.
 Jumlah produk kebutuhan pokok di Venezuela menipis sementara kebutuhan meningkat pada Natal dan Tahun Baru, membuat warga Venezuela rela antre berjam-jam. (Reuters/Jorge Silva) |
Dipicu rumorPemerintah mengatakan pembelian panik ini dipicu oleh rumor tidak berdasar yang mengatakan akan terjadi kekacauan, meroketnya harga dan penimbunan barang oleh pemilik toko. Selain itu, ujar pemerintah Presiden Nicolas Maduro, situasi diperburuk dengan laporan media yang berlebihan soal menyusutnya produk-produk kebutuhan pokok.
Para rival Maduro dan pendahulunya, Hugo Chavez, mengatakan bahwa antrean itu adalah simbol dan ketidakmampuan pemerintah membenahi perekonomian. Ditambah lagi, nasionalisasi oleh pemerintah telah mematikan produksi swasta, sementara impor barang terkendala oleh sanksi ekonomi Amerika Serikat.
Stasiun TV pemerintah berupaya menenangkan warga dengan menayangkan kampanye yang meminta rakyat Venezuela percaya pada pemerintah dan mengurangi membeli barang dalam jumlah banyak.
Menurut Maduro akhir pekan lalu, hanya dalam empat hari pekan lalu sebanyak 18 juta orang -dari populasi 30 juta- telah berbelanja di supermarket. Jumlah ini tiga kali lipat lebih banyak dari biasanya, tidak heran profesi tukang antre menjamur.