Kuala Lumpur, CNN Indonesia -- Gereja Katolik Malaysia dilarang menggunakan kata 'Allah' dalam jurnal mingguan berbahasa Melayu yang diterbitkannya. Pelarangan ini semakin menguat setelah Gereja Katolik Malaysia kehilangan semua jalur hukum untuk mencabut larangan tersebut pada Rabu (21/1).
Seperti dilaporkan Channel NewsAsia, lima anggota Pengadilan Federal menolak peninjauan ulang permohonan banding gereja tersebut untuk mencabut larangan penggunaan kata 'Allah', yang mulai diterapkan sejak 2007 lalu.
Penolakan permohonan banding seiring dengan persyaratan banding yang tidak terpenuhi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Keputusan pengadilan tersebut menandai berakhirnya perjuangan Gereja Katolik Malaysia selama enam tahun untuk dapat memakai kata 'Allah'. Pihak berwenang menyatakan kata 'Allah' hanya dapat digunakan secara eksklusif untuk umat Muslim.
"Apa yang bisa kita lakukan? Tangan kami diikat sekarang. Kami berharap dan berdoa agar terbuka jalan bagi kami, sehingga hak-hak minoritas tidak diabaikan," kata editor jurnal Gereja Katolik Malaysia, Pastor Herald Lawrence Andrew, dikutip dari Channel NewsAsia, Rabu (21/1).
Di Malaysia, umat Kristen adalah kalangan minoritas. Populasi umat Kristen sebesar 9 persen dari total 29 juta warga Malaysia.
Penggunaan kata 'Allah' untuk menggambarkan Tuhan yang sering digunakan baik oleh umat Muslim maupun Kristen, dilarang digunakan dalam publikasi agama, karena dinilai membingungkan dan dapat berpotensi merusak kedamaian umat beragama di negara tersebut.
Pengamat menilai keputusan ini adalah contoh kegagalan pengadilan federal untuk menegakkan konstitusi Malaysia.
"Pengadilan Apex dan Pengadilan Federal sepertinya enggan untuk menangani isu-isu politik. Namun, ini lebih dari sekedar isu politik," kata Gan Peng Sieu dari Asosiasi Tionghoa-Malaysia.
"Pengadilan Apex memiliki tugas untuk membela konstitusi federal. Ini masalah lama, dan saya yakin akan kembali mencuat di Pengadilan Federal," kata Sieu.
Perdebatan seputar keputusan ini diperkirakan akan kembali menggema pada persidangan kasus lainnya yang hingga kini masih tertunda, seperti kasus penyitaan sejumlah material Kristen yang terjadi pada bulan Januari 2014 lalu.
(ama/stu)