Kairo, CNN Indonesia -- Setidaknya 17 orang tewas dalam aksi protes paling berdarah di Mesir sejak Abdel Fattah al-Sisi terpilih sebagai presiden.
Ketujuh belas orang ini tewas ketika melakukan aksi protes untuk memperingati aksi perlawanan rakyat pada 2011 yang berhasil menyingkirkan Presiden Hosni Mubarak.
Tembakan senjata dan sirene terdengar di Kairo hingga Minggu (25/1) malam sementara kendaraan pengangkut personel militer bergerak di pusat kota Kairo, setelah mereka melepas tembakan dan gas air mata terhadap para pengunjuk rasa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seorang juru bicara Kementerian Kesehatan mengatakan aksi diseluruh penjuru Mesir ini menewaskan setidaknya 17 orang.
Peringatan ini menjadi ujian apakah kelompok Islamis dan pegiat liberal memiliki kekuatan untuk menantang pemerintah yang terus menerus menekan suara perlawanan sejak Sisi yang saat itu Kepala Staf Militer menggulingkan Presiden Mohamed Mursi pada Juli 2013 setelah rakyat memprotes pemerintahannya.
Mohamed Mursi adalah presiden dari kelompok Islamis yang terpilih secara demokratis.
Sekelompok orang bersenjata melepas tembakan ke pos pemeriksaan di dekat piramida, menewaskan dua orang, sementara satu bom yang meledak di diluar klub olahraga Kairo melukai dua polisi.
Di siang hari, polisi anti huru-hara yang didukung oleh tentara menutup jalan-jalan, termasuk jalan ke arah Lapangan Tahrir Kairo, yang secara simbolis merupakan pusat revolusi pada 2011.
Korban terbanyak jatuh di daerah pinggir Kairo Matariya, yang merupakan basis kuat kelompok Ikhwanul Muslimin.
Pasukan khusus melepas tembakan ke arah pengunjuk rasa, delapan orang termasuk seorang polisi tewas akibat insiden di wilayah ini.
Warga di Matariya berteriak “turunkan pemerintahan militer” dan “revolusi lagi”. Sebagian dari pengunjuk rasa melempat bom Molotov ke arah pasukan keamanan.
Di pusat kota Kairo, polisi anti huru-hara dengan senjata dan polisi berseragam sipil yang membawa pistol mengejar para pengunjuk rasa di jalan-jalan kota.
Enam orang tewas aksi unjuk rasa terpisah di Alexandria, kota terbesar Mesir, wilayah Giza di luar kota Kairo dan provinsi Baheira di daerah Delta sungai Nil.
Tanda-tanda ketidakpuasaan sudah berkembang menjelang hari peringatan revolusi terhadap Mubarak ini, dan seorang pegiat liberal Shaimaa Sabbagh tewas ditembak dalam aksi protes pada Sabtu (24/1).
Sekitar 1.000 orang mengikuti proses pemakamannya pada Minggu.
Departemen Kesehatan mengatakan Sabbagh ditembak di bagian muka dan belakang, dan juru bicara Kementerian Dalam Negeri Hany Abdel Latif mengatakan penyelidikan penembakan ini sudah dimulai, dan menyatkaan bahwa: “Tidak seorangpun di atas hukum.”
(yns)