Den Haag, CNN Indonesia -- Pengadilan tertinggi PBB memutuskan bahwa baik Kroasia maupun Serbia tidak melakukan genosida terhadap penduduk kedua negara tersebut selama perang yang berujung pada pecahnya kekerasan Yugoslavia pada dekade 1990-an.
Keputusan pengadilan tertinggi PBB pada Selasa (3/2) tersebut mendorong kedua negara berharap bahwa hubungan Serbia-Kroasia akan membaik dan bebas dari segala perselisihan yang kadang-kadang timbul.
Peter Tomka, presiden Pengadilan Tinggi Internasional, mengatakan pasukan dari kedua negara memang melakukan kejahatan selama konflik, namun tidak terbukti bermaksud melakukan genosida, dalam artian mereka menghancurkan populasi warganya secara keseluruhan atau sebagian.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini menandai akhir dari satu halaman di masa lalu, dan saya yakin kami akan memulai halaman baru di masa depan yang lebih terang dan lebih baik," kata Menteri Kehakiman Serbia, Nikola Selakovic wartawan di Den Haag, dikutp dari Reuters, Selasa (3/2).
Menteri Luar Negeri Kroasia, Vesna Pusic, menyatakan dia berharap keputusan ini akan memberikan kontribusi untuk menutup bab bersejarah ini dan melanjutkan ke periode yang lebih baik dan lebih aman bagi orang-orang di bagian Eropa.
Kasus ini merupakan bagian dari runtuhnya Yugoslavia menjadi tujuh negara dalam perang yang berlangsung pada dekade 1990-an. Sebanyak 130 ribu tewas dalam perang terburuk di Eropa sejak Perang Dunia II.
Kroasia, yang bergabung dengan Uni Eropa pada tahun 2013, mengajukan kasus terhadap Belgrade pada tahun 1999 dan Serbia, yang merupakan calon anggota Uni Eropa pada tahun 2010.
"Kroasia belum menetapkan bahwa satu-satunya kesimpulan yang masuk akal adalah tujuan untuk menghancurkan seluruhnya atau sebagian kelompok (Kroasia)," kata Tomka terhadap kampanye Serbia untuk menghancurkan kota-kota dan mengusir warga sipil di Slavonia dan Dalmatia.
Menolak balasan Serbia, Tomka menyatakan Kroasia tidak melakukan genosida ketika berusaha untuk mendorong pemberontak etnik Serbia dari provinsi Krajina, dan menyebabkan ratusan ribu warga sipil meninggalkan rumah mereka.
"Kisah pembersihan etnis dapat menjadi bagian dari rencana genosida, tetapi hanya jika ada niat untuk menghancurkan secara fisik kelompok yang menjadi sasaran," kata Tomka melanjutkan.
Majelis hakim menolak klaim Kroasia dengan lima belas orang pemilih berbanding ke dua. Sementara, klaim balasan dari Serbia ditolak dengan suara bulat, menyiratkan bahwa bahkan hakim yang didelegasikan Serbia juga menentang klaim tersebut.
Pengadilan PBB untuk bekas negara Yugoslavia, yang juga berada di Den Haag, sudah lama memutuskan bahwa genosida dilakukan di Bosnia, di mana lebih dari 8.000 pria Muslim Bosnia dan anak laki-laki tewas ketika kamp pengungsi PBB di Srebrenica jatuh ke tangan pasukan Serbia-Bosnia tahun 1995.
Dalam putusan sebelumnya dari tahun 2007 dalam kasus yang diajukan oleh Bosnia, Pengadilan Tinggi Internasional menyatakan bahwa Serbia tidak bertanggung jawab atas serangan genosida, tetapi hal tersebut telah melanggar konvensi genosida karena gagal mencegah pembantaian di Srebrenica.
(ama)