Jakarta, CNN Indonesia -- Ketika baru saja diangkat menjadi Perdana Menteri Inggris, Winston Churchill berkata kepada kabinetnya, "Saya tidak memiliki apapun untuk ditawarkan kecuali darah, kerja keras, air mata, dan keringat." Lima puluh tahun setelah Churchill meninggal dunia, beberapa tetes darahnya akan dilelang pada bulan depan.
Dilansir The Guardian, Senin (23/2), darah dalam botol tersebut berasal dari cairan tubuh Churchill saat menjalani pengobatan di usia 87 tahun. Saat berada di Monte Carlo, Monaco, pada 1962, pinggul Churchill retak dan akhirnya dilarikan ke rumah sakit Middlesex di London, Inggris.
Churchill diperkirakan tidak akan selamat. Namun, ia berhasil bertarung dengan penyakitnya hingga mengembuskan nafas terakhirnya pada usia 90 tahun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sampel darah ini hampir dibuang sebelum akhirnya seorang pelajar perawat bernama Patricia Fitzgibbon meminta izin untuk menyimpan botol darah berlabel nama Winston Churchill tersebut. Pihak rumah sakit akhirnya memberikan izin dan Fitzgibbon menyimpan botol itu sampai akhir hayatnya.
Setelah Fitzgibbon meninggal dunia, botol berisi sampel darah Churchill tersebut dilelang oleh Timothy Medhurst di rumah lelang Duke's dengan perkiraan harga mencapai 300-600 Pound Sterling atau setara Rp6-12 juta.
Berbicara mengenai interval harga yang jauh, Medhurst bertutur, "Mustahil memberikan prediksi harga pasti terhadap benda bersejarah seunik ini."
Medhurst lantas menjabarkan keunikan dari barang lelangan ini.
"Ini mungkin pertama kalinya barang pribadi dari sejarah Churchill ditawarkan di pasar terbuka. Tahun ini merupakan peringatan 50 tahun meninggalnya Churchill. Darah ini merupakan peringatan akan cedera yang menjadi pangkal berakhirnya karier Churchill dan kami perkirakan akan ada ketertarikan yang besar. Ini bisa terjual dalam angka ratusan (Pound Sterling)," papar Medhurst.
Botol darah ini akan dilelang bersama deklarasi dari Fitzgibbon yang menjelaskan bagaimana ia mendapatkan benda bersejarah tersebut.
Pada 2010, ia mengenang hari-hari terakhir Churchil bertarung melawan penyakitnya.
"Saya ingat ia tidak pernah bisa tidur pada malam hari sebelum ia membaca edisi pertama dari semua koran yang telah ia pesan secara khusus. Ia biasanya merokok di atas tempat tidur dan biasanya mencampur menu makanan pertama dan keduanya dalam satu mangkuk sebelum memakannya," tutur Fitzgibbon dalam deklarasi tersebut.
(stu/stu)