Mosquitia, CNN Indonesia -- Sejumlah pakar arkeologi menemukan sejumlah sisa-sisa dari sebuah kota kuno yang lenyap ditelan peradaban di pedalaman hutan hujan Honduras, pada Kamis (5/3).
Dilaporkan
CNN, Douglas Preston, seorang penulis dan fotografer untuk majalah National Geographic beserta dengan tim ilmuwan menyusuri wilayah Mosquitia, Honduras, untuk menelusuri jejak kota kuno legendaris bernama "White City" (Kota Putih), atau dikenal juga dengan nama "City of Monkey God" (Kota Dewa Monyet).
Ekspedisi ini diluncurkan setelah sistem pemindaian melalui deteksi cahaya udara (LIDAR) menemukan sebuah artefak batu yang diduga merupakan buatan manusia di pedalaman hutan hujan Honduras.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk mengkonfirmasi penemuan tersebut, sekelompok tim dari Amerika Serikat dan sejumlah pakar arkeologi, kehutanan, dan antropologi Honduras bersama teknisi LIDAR, dan pembuat film dokumenter memasuki daerah terpencil tersebut, dengan penjagaan dari pasukan khusus Honduras.
Preston menyatakan tim ini dibentuk mulai 25 Februari lalu, setelah mendokumentasikan reruntuhan "budaya yang menghilang."
"Berbeda dengan peradaban suku Maya, kota dan budaya ini lenyap dan hampir tidak dikenal dan tidak ada yang mempelajari. Pakar arkeologi bahkan tidak memiliki nama untuk kota tersebut," tulis Preston, dikutip dari CNN.
Menurut Preston, pakar arkeologi tidak lagi memercayai bahwa ada satu kota kuno yang dijuluki "White City", yang tadinya dipercayai merupakan sebuah peradaban dengan banyak kota.
Tim ekspedisi ini kemudian menemukan sisa-sisa kota yang terbuat dari tanah, termasuk sebuah piramida tanah serta koleksi patung batu, yang mengindikasikan sebuah makam di masa lalu.
Ditotal, ada 52 artefak yang ditemukan tengah "mengintip" dari permukaan tanah, karena sebagian besar struktur artefak tersebut tertimbun jauh di dalam tanah.
Tim ekspedisi menemukan kursi untuk upacara adat yang dibuat dari batu, atau metates, dan beberapa perahu besar dengan ukiran halus berhiaskan gambar ular, dan beberapa arca tokoh dewa hewan.
Objek yang paling mencolok adalah arca dengan kepala yang menyerupai bentuk jaguar, kemungkinan menggambarkan perubahan seorang tokoh suci menjadi wujud hewan.
"Arca tersebut terlihat memakai pelindung kepala," kata Christopher Fisher, pakar arkeologi dari Universitas Negeri Colorado.
Sementara, pakar arkeologi dari Institut Antropologi dan Sejarah Honduras (IHAH), Oscar Neil Cruz, memperkirakan sisa-sisa kota yang mereka temukan tersebut berasal dari abad ke-10 hingga ke-14.
Ketika melakukan pencarian, para peneliti disambut oleh satwa liar yang diperkirakan belum pernah melihat manusia. Namun, para hewan ini terlihat berkeliaran tanpa takut di sekitar perkemahan mereka.
"Ini jelas merupakan hutan hujan yang paling tidak terjamah di Amerika Tengah. Tempat ini sangat penting," kata pakar kehutanan, Mark Plotkin.
Meskipun menemukan artefak dan sisa kota yang hilang, tim ekspedisi ini tidak mengambil temuan mereka tersebut, dan hanya mencatat lokasi penemuan. Tindakan ini dilakukan untuk mencegah penjarahan dari situs bersejarah tersebut.
Meskipun demikian, daerah tersebut tetap di bawah ancaman, karena kerap menjadi tempat pembalakan liar dan hanya berjarak belasan kilometer dari sebuah peternakan sapi.
Direktur IHAH, Virgilio Paredes Trapero bahkan menyatakan bahwa hutan dan lembah tersebut dapat hilang dalam delapan tahun kecuali ada tindakan dari pemerintah Honduras.
"Pemerintah Honduras harus berkomitmen untuk melindungi daerah ini, tetapi mereka tidak punya uang. Kami sangat membutuhkan dukungan internasional," kata Trapero.
(ama/stu)