Jakarta, CNN Indonesia -- Universitas Columbia akhirnya mengumumkan para pemenang penghargaan anugrah bergengsi The Pulitzer Prize 2015 pada Senin (20/4). Sebanyak 22 pemenang dipilih dari 1.200 karya jurnalistik, 1.400 buku, 200 komposisi musik dan 100 naskah drama.
Salah satu administrator Pulitzer Prize, Mike Pride, mengatakan lebih dari 2.500 karya dikirimkan setiap tahunnya untuk kompetisi Pulitzer Prize dan sebanyak 22 penghargaan tahun ini akan dianugerahkan.
Berdasarkan situs Pulitzer Prize, proses pemilihan dan penyeleksian karya dimulai dengan penunjukkan 102 juri terhormat yang membuat tiga rekomendasi atas 21 kategori karya. Sementara itu, dewan juri membuat keputusan akhir setelah mengevaluasi seluruh nominasi finalis.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk penghargaan kali ini, Universitas Columbia lebih menyoroti tentang liputan media cetak atas bencana lokal serta tanggap darurat dunia internasional dalam penghargaan tahunan Pulitzer yang ke-99 ini.
Atas penilaian tersebut, penghargaan untuk kategori pelayanan publik terbaik jatuh kepada media tertua The Post and Courier yang terletak di Charleston, Carolina Selatan. Koran ini menang akibat peliputan mereka yang konsisten atas kekerasan dalam rumah tangga yang menimpa para perempuan Carolina Selatan.
Medali emas untuk pelayanan publik jatuh kepada jurnalis Doug Pardue, Glenn Smith, Jennifer Berry Hawes, dan Natalie Caula Hauff atas artikel mereka yang berjudul 'Till Death Do Us Part' yang diterbitkan dalam lima edisi di bulan Agustus.
"Kami sangat bangga dan terhormat menerima penghargaan berharga seperti itu," kata editor eksekutif The Post and Courier Mitch Pugh, seperti dilansir dalam situs mereka postandcourier.com. Penghargaan ini merupakan yang kedua diterima oleh koran tersebut setelah menang pada 1925 silam. Ini juga merupakan pertama kali dalam 5 tahun terakhir, penghargaan khusus jatuh pada tema lokal spesifik.
Namun, Mitch mengatakan seri tulisan kekerasan atas perempuan tersebut dibuat untuk membuat kehidupan para perempuan di Carolina Selatan menjadi jauh lebih aman. Oleh karena itu, pihaknya juga berharap, hadiah lainnya, yakni membuat para pembuat undang-undang negara bagian bergerak melakukan sesuatu atas banyaknya kasus kekerasan perempuan di wilayah tersebut, akan menjadi penghargaan utama atas semua jerih payah penulisan tersebut.
Selain The Post and Courier, media The Seattle Times juga memenangkan penghargaan atas kategori Reportase Breaking News untuk peliputan mendalam atas bencana longsor di Oso, yang menyebabkan 43 nyawa hilang.
Lalu, untuk kategori Reportase Investigasi penghargaan Pulitzer dimenangkan oleh jurnalis Eric Lipton dari The New York Times dan juga tim redaksi dari The Wall Street Journal. Eric Lipton menulis laporan investigasi atas upaya agresif para pelobi dan pengacara untuk mendesak kejaksaan agar menutup kasus, mengganti kebijakan, bernegosiasi, atau memberi tekanan regulator federal untuk menguntungkan klien para pengacara ini. Sementara, The Wall Street Journal menang penghargaannya yang pertama kali untuk sebuah proyek yang mengungkap data penting warga Amerika untuk praktik provider pelayanan kesehatan.
Koran The New York Times menang tiga kategori penghargaan The Pulitzer Prize. Penghargaan lainnya yang mereka dapatkan adalah untuk kategori foto feature di mana fotografer lepas mereka, Daniel Berehulak, mendokumentasikan penyebaran virus Ebola yang mematikan di wilayah Afrika Barat. Koran ini menang atas reportase mereka di garda depan yang berani dan kisah kemanusiaan yang nyata atas Ebola di Afrika. Liputan Ebola itu juga membuat mereka meraih penghargaan Reportase Internasional.
Sementara itu, koran The Los Angeles Times menang dua penghargaan Pulitzer juga. Diana Marcum, salah satu jurnalis mereka, memenangkan penghargaan penulisan feature untuk tulisannya tentang bencana kekeringan memengaruhi kehidupan warga di sekitar Central Valley California. Koran ini juga memenangkan kategori kritik atas tulisan Mary McNamara tentang televisi dan kebudayaan.
Bagi media Bloomberg News, Pulitzer 2015, adalah kali pertama mereka memenangkan penghargaan atas kategori jurnalisme eksplanatori. Penghargaan jatuh kepada Zachary R. Mider untuk liputannya mengenai bagaimana korporasi Amerika mengelak dari pajak.
Lalu, jurnalis Rob Kuznia, Rebecca Kimitch dan Frank Suraci dari media The Daily Breeze, mendapatkan penghargaan atas reportase lokal mereka. Ketiganya dinilai unggul atas reportase mereka tentang korupsi yang menyebar luas seperti virus di sebuah distrik sekolah yang kecil dan minim dana, termasuk penggunaan website yang luar biasa atas peliputan tersebut.
Untuk kategori Reportase Nasional, Carol D Leonnig dari The Washington Post menang atas liputannya yang 'cerdas dan gigih mengenai Pelayanan Rahasia, serta penyimpangan keamanan dan cara-cara di mana badan tersebut mengabaikan tugas vital mereka: memberi perlindungan bagi Presiden Amerika Serikat.
Bidang Drama, Musik dan SastraPulitzer Prize juga menganugerahi tujuh penghargaan non jurnalistik, yakni di bidang karya fiksi, naskah drama, sejarah, penulisan biografi, puisi, non fiksi umum serta komposisi musik.
Penghargaan untuk karya fiksi terbaik jatuh kepada Anthony Doerr dengan karyanya All the Light We Cannot See. Karya ini merupakan novel yang imaginatif dan penuh intrik yang terinspirasi atas horor dari Perang Dunia II yang dituliskan dalam babak yang pendek dan elegan yang menelaah mengenai kebiasaan manusia dan kekuatan kontradiktif atas teknologi.
Lalu, untuk naskah drama terbaik adalah Between Riverside and Crazy yang ditulis oleh Stephen Adly Guirgis, berkisah tentang seorang polisi yang sudah pensiun dihadapkan pada pengusiran dan komedi gelap untuk mengonfrontasi pertanyaan seputar hidup dan mati.
Untuk karya sejarah dimenangkan oleh Elizabeth A. Fenn yang menulis tentang kisah suku asli Amerika di Dakota, suku Mandan, dalam 'Encounters at the Hearts of the World: A History of the Mandan People'.
Penulisan biografi diraih oleh David I. Kertzer dengan tulisannya 'The Pope and Mussolini: The Secret History of Pius XI and the Rise of Fascism in Europe' yang berkisah tentang dua biografi yang menggunakan arsip terbuka Vatikan untuk menyoroti kekuasaan multak dua lelaki dalam jabatan mereka.
Sementara itu, untuk kategori puisi dimenangkan oleh Gregory Pardlo dengan karyanya 'Digest' yang menceritakan tentang berita dari abad 21 yang kaya akan ide dan sejarah publik dan pribadi. Penghargaan untuk kategori non fiksi umum diraih oleh Elizabeth Kolbert dengan karyanya 'The Sixth Extinction: An Unnatural History' yang mengeksplorasi tentang dorongan pembaca untuk mempertimbangkan ancaman yang dibuat dari perilaku manusia atas dunia yang penuh dengan keberagaman.
Terakhir, untuk kategori musik penghargaan jatuh kepada Julia Wolfe dengan karyanya Anthracite Fields.
(utd)