Kriminalkan Hidung Belang, Cara Ampuh Swedia Atasi Prostitusi

Denny Armandhanu | CNN Indonesia
Selasa, 12 Mei 2015 12:46 WIB
Melalui undang-undang tahun 1999, Swedia berhasil mengurangi jumlah PSK hingga dua pertiganya dalam waktu hanya lima tahun.
Melalui undang-undang tahun 1999, Swedia berhasil mengurangi jumlah PSK hingga dua pertiganya dalam waktu hanya lima tahun. (Ilustrasi/Thinkstock)
Jakarta, CNN Indonesia -- Siapapun yang mengatakan bahwa melegalkan prostitusi adalah cara ampuh mengurangi pelacuran harus lebih dulu berkaca pada Swedia. Negara ini mampu mengurangi angka prostitusi dengan kebijakannya yang terbilang sangat jitu, tanpa perlu menghalalkan pelacuran.

Menurut lembaga pejuang hak-hak perempuan Women's Justice Center, kebijakan ini membuat prostitusi di Swedia, khususnya di ibukota Stockholm berkurang hingga dua pertiga dalam waktu hanya lima tahun. Jumlah pria hidung belang yang menyewa jasa PSK berkurang hingga 80 persen.

Di ruas jalan yang terkenal sebagai "distrik merah" di beberapa kota Swedia juga tidak terlihat lagi para wanita penjaja seks berderet di jalan. Sebagian besar rumah bordil dan panti pijat "plus-plus" yang beroperasi sejak 30 tahun lalu juga tutup, bangkrut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jumlah wanita asing yang diselundupkan ke Swedia untuk menjadi penjaja seks juga kini hampir nihil. Pemerintah Swedia memperkirakan, dalam beberapa tahun terakhir hanya 200 hingga 400 wanita asing yang masuk menjadi PSK di negara itu per tahunnya. Bandingkan dengan negara tetangga, Finlandia, yang kedatangan 15 ribu hingga 17 ribu PSK asing tiap tahun.

Rahasia apa yang membuat Swedia sukses memangkas prostitusi? Ternyata semua berkat kebijakan yang mereka buat pada 1999.

Enam belas tahun lalu, setelah melalui beberapa tahun riset dan studi, pemerintah Swedia menelurkan peraturan yang menyatakan: Pengguna jasa pekerja seks melakukan tindak kriminal, dan penjaja seks bukan tindakan kriminal.

Artinya berdasarkan undang-undang ini, menyewa prostitusi adalah tindakan ilegal, para pengguna jasa PSK dianggap telah melakukan tindak kekerasan terhadap perempuan. Sementara para PSK dianggap sebagai korban kekerasan yang memerlukan bantuan. Itulah sebabnya, undang-undang prostitusi di Swedia masuk ke bagian kekerasan terhadap wanita.

"Di Swedia prostitusi dianggap sebagai bagian dari kekerasan pria terhadap wanita dan anak. Secara resmi dianggap bentuk eksploitasi wanita dan anak-anak dan merupakan masalah sosial yang besar," tulis undang-undang tersebut.

Tidak berhenti sampai di situ. UU ini juga mengatur soal bantuan dana sosial untuk membantu para pekerja seks yang ingin berhenti menjajakan tubuhnya. Selain itu, tersedia juga dana bagi sosialisasi dan pendidikan bagi masyarakat soal undang-undang ini.

Kriminalisasi vs legalisasi

Sebuah studi yang dilakukan University of London di Inggris pada 2013 menunjukkan bahwa cara kriminalisasi pengguna jasa PSK yang diterapkan Swedia lebih manjur mengurangi penyakit masyarakat ketimbang melegalisasi prostitusi seperti yang dilakukan Australia, Belanda dan Irlandia.

Dalam studi tersebut, legalisasi prostitusi malah justru menyuburkan praktik ini dan memicu berbagai masalah baru.

Ambil contoh negara bagian Victoria di Australia yang melegakan rumah bordil. Hukum ini memicu semakin banyaknya rumah bordil di Victoria sehingga tidak bisa lagi dikendalikan. Berbagai masalah baru muncul, seperti kejahatan terorganisir, korupsi dan berbagai tindak kriminal lainnya.

Survei dalam studi juga menunjukkan bahwa legalisasi prostitusi juga membuat para pekerja seks merasa tidak aman dan dipaksa melakukan pekerjaan ini.

Sebanyak 79 persen PSK di Belanda mengaku ingin meninggalkan pekerjaan ini. Namun program rehabilitasi yang dijanjikan Belanda terbukti tidak terealisasi. Sementara di Swedia, 60 persen PSK yang bertaubat telah difasilitasi melalui program yang didanai pemerintah dan berhasil mengeluarkan mereka dari bisnis hitam tersebut.

Namun Women's Justice Center menggarisbawahi bahwa tidak semua negara yang menerapkan peraturan serupa bisa sesukses Swedia.

"Agar para penjaja seks bisa diposisikan sebagai korban kekerasan pria, maka pemerintah harus lebih dulu mengubah sudut pandang prostitusi dari sudut pandang pria ke sudut pandang wanita," ujar lembaga pelindung wanita dari Amerika Latin ini. (den)
TOPIK TERKAIT
REKOMENDASI
UNTUKMU LIHAT SEMUA
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER