AS Desak Thailand Bangun Penampungan Rohingya

Reuters | CNN Indonesia
Sabtu, 16 Mei 2015 12:52 WIB
Pemerintah Amerika Serikat desak Thailand membangun penampungan pengungsi Rohingya dari Myanmar, dan negara di kawasan diminta tidak larang pengungsi mendarat.
Sekitar 800 pengungsi Rohingya dan Bangladesh diselamatkan dari kapal yang terkatung-katung di Lautan India. (Antara/Rony Muharrman)
Washington, CNN Indonesia -- Amerika Serikat mendesak Thailand untuk mempertimbangkan menampung Muslim Rohingya yang lari dari Myanmar dan terkatung-katung di atas kapal di Lautan India, dan meminta negara-negara regional untuk tidak mengusir para pendatang itu ke laut.

Menteri Luar Negeri John Kerry membicarakan nasib para pengungsi itu dengan Menteri Luar Negeri Thailand Jenderal Tanasak Patimapragorn melalui sambungan telepon.

“Menteri luar negeri menelpon rekannya dari Thailand (Kamis) malam untuk membicarakan situasi pendatang di Perairan Andaman, dan kemungkinan negara itu menyediakan tempat penampungan sementara,” ujar Jeff Rathke, jubir Departemen Luar Negeri AS, kepada wartawan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hampir 800 migran diselamatkan ke wilayah darat Indonesia pada Jumat (15/5), tetapi kapal-kapal lain yang berisi pendatang dikirim kembali ke laut meski PBB meminta agar ribuan pendatang yang terkatung-katung di perairan Asia Tenggara diselamatkan.

Ribuan Muslim Rohingya melarikan diri dari Myanmar dan Bangladesh, mereka terkatung-katung di kapal karena pemerintah negara-negara di wilayah melarang mereka mendarat.

Rahke mengatakan hampir 3.000 pendatang telah mendarat di Indonesia dan Malaysia minggu ini dan telah menerima bantuan.

Dia menambahkan dutabesar AS di wilayah “bekerjasama penuh” dengan pemerintah setempat terkait peningkatan bantuan kemanusiaan.

Kebanyakan dari manusia perahu itu adalah anggota suku Rohingya, kelompok minoritas Muslim asal negara bagian Rakhine Myanmar, yang menurut PBB merupakan salah satu kelompok minoritas di dunia yang paling mendapat perlakuan semena-mena.

Juru Bicara Gedung Putih Eric Schultz mengatakan Washington terus menyatakan keprihatinannya kepada Myanmar terkait para pendatang yang meninggalkan negara itu “akibat situasi kemanusiaan dan ekonomi buruk yang mereka hadapi di dalam negeri karena khawatir dengan kekerasan etnis dan agama.”

Dalam catatan rutin ke Kongres AS, Presiden Barack Obama mengatakan Amerika Serikat tidak akan mencabut sejumlah sanksi yang telah dijatuhkan ke Myanmar, meski tidak memutus hubungan dengan negara yang mulai menerapkan reformasi demokratis setelah selama beberapa dekade diperintah oleh militer.

Obama membenarkan keputusan itu dengan mengutip kekhawatiran mengenai pelanggaran hak asasi manusia “terutama di wilayah suku minoritas dan Negara Bagian Rakhine” dan kurangnya kekuasaan sipil terhadap militer yang menurut Obama seringkali “bertindak tanpa mendapat hukuman.”

“Meski ada tindakan itu, Amerika Serikat tetap berkomitmen untuk mendukung dan memperkuat upaya reformasi di Birma, dan melanjutkan kerja sama dengan pemerintan dan rakyat Birma untuk memastikan transisi demokrasi bisa terus berlanjut dan tidak bisa diubah kembali,” kata Obama. (yns)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER