Jakarta, CNN Indonesia -- Sebuah rumah makan yang menyajikan masakan China di Istanbul diserang pada Rabu (1/7) oleh sekelompok orang yang meluncurkan protes terhadap penindasan etnis Muslim minoritas Uighur di China.
Pemilik restoran "Happy China," Cihan Yavuz yang berkewarganegaraan Turki dan menginvestasikan seluruh tabungannya pada restoran ini sangat terpukul dengan kejadian yang tidak berdasar ini. Pasalnya, Yavuz sendiri memperkerjakan seorang koki Muslim dengan etnis Uighur.
(
Baca juga: Festival Bir Saat Ramadan Undang Amarah Umat Muslim di China)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Hanya sebagian kecil pelanggan kami yang merupakan orang China. Kami tidak melayani minuman beralkohol. Dan meskipun kita mempekerjakan orang Muslim, serangan seperti ini terjadi," kata Yavuz, Dikutip dari media Turki, Hurriyet Daily.
Serangan itu menyebabkan jendela utama restoran ini pecah berhamburan. Sebelum serangan terjadi, Yavuz memaparkan terdapat enam orang yang memintanya untuk tidak membuka restoran masakan China di daerah tersebut.
"Mereka berteriak 'Kami tidak ingin ada restoran China di sini'," kata Yavuz.
Serangan ini terjadi pada pekan yang sama ketika pemerintah Ankara mengajukan protes terkait kondisi etnis Uighur yang mendapat tekanan dari pihak berwenang China. Pada bulan Ramadan ini, etnis Uighur di Xinjiang yang berkerja sebagai pegawai negeri sipil dan keluarga mereka diminta untuk tidak berpuasa.
China juga melarang etnis Uighur mendatangi masjid, memakai cadar untuk para wanita dan menumbuhkan jenggot bagi para pria.
Kementerian Luar Negeri Turki secara resmi menyatakan kekhawatiran atas peraturan tersebut kepada Duta Besar China di Turki, Selasa (30/6).
Hal ini ditanggapi dingin oleh juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Hua Chunying Rabu (1/7) dengan menuntut Ankara harus memperjelas masalah ini.
Pada hari yang sama, kelompok Uighur yang berbasis di Turki menyatakan bahwa terdapat 173 perempuan dan anak-anak dari etnis minoritas Uighur tiba dari Thailand, setelah melarikan diri dari China.
Turki memiliki hubungan linguistik dan etnis dengan Uighur dan berusaha meyakinkan Thailand dan China agar etnis Uighur dapat menetap di Turki. Namun, setibanya di Turki, mereka kerap dideportasi kembali ke China.
Wakil kepala Kongres Uighur Dunia, Seyit Tumturk, menyatakan bahwa 173 etnis Uighur tersebut merupakan bagian dari 250 etnis Uighur yang masih ditahan di kamp pengungsian di Thailand. Dia berharap para pengungsi yang tersisa akan diizinkan meninggalkan Thailand.
Partai Komunis China mengatakan bahwa mereka melindungi kebebasan beragama, tetapi tetap memberikan batasan yang ketat kepada kegiatan keagamaan. Pemerintah hanya mengizinkan lembaga yang diakui secara resmi untuk beroperasi. China memiliki sekitar 20 juta umat muslim yang tersebar di seluruh negeri, dan umat Muslim Uighur hanya sebagian kecil dari mereka. (ama/ama)