Jakarta, CNN Indonesia -- Sejumlah pakar dalam panel PBB menyatakan bahwa pemasok senjata militer yang dimiliki oleh pemerintah China memasok berbagai senjata kepada pemerintah Sudan Selatan senilai lebih dari US$20 juta atau sekitar Rp273 miliar tahun lalu, hanya beberapa bulan sebelum terjadi konflik mematikan di negara itu.
Melansir Al-Arabiya, laporan para pakar yang dipublikasikan pada Selasa (25/8) menyatakan bahwa China North Industries Corp., yang juga dikenal dengan nama Norinco, menjual 100 peluncur rudal anti-tank, 1.200 rudal, sekitar 2.400 peluncur granat, hampir 10 ribu senapan otomatis, serta 24 juta peluru dari berbagai jenis kepada pemerintah Sudan Selatan.
Laporan tersebut juga mengungkapkan militer Sudan Selatan memperoleh empat helikopter tempur sejak awal konflik. Meski demikian, belum diketahui pemasok helikopter tersebut, dan bagaimana pemerintah Sudan Selatan mendapatkannya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelum konflik meletus, pemerintah Sudan Selatan tidak memiliki helikopter tempur.
Dewan Keamanan PBB saat ini sedang mempertimbangkan sebuah rancangan resolusi dari Amerika Serikat yang akan memberlakukan embargo senjata di Sudan Selatan jika pemerintah negara itu yang tidak menandatangani kesepakatan damai dalam beberapa hari ke depan.
Berdasarkan rancangan resolusi embargo dari AS di DK PBB yang diberitakan Reuters, tertulis bahwa embargo tidak akan dijatuhkan jika sebelum 6 September perjanjian damai telah ditandatangani kedua pihak serta diberlakukannya gencatan senjata setelah konflik selama 20 bulan.
Perang saudara di Sudan Selatan terjadi sejak Desember 2013 saat krisis politik menyebabkan perseteruan antara para pendukung Kiir dan pemberontak yang memihak mantan wakil presiden Riek Machar.
Konflik politik ini berujung pada perang antar etnis, antara suku Dinka pendukung Kiir dengan etnis Nuer yang merupakan loyalis Machar.
Diperkirakan sekitar 50 ribu orang tewas dalam konflik ini dan lebih dari 1,8 juta warga mengungsi.
(ama/ama)