Dikepung Asap, Bisnis Udara dalam Botol Laris di Shanghai

Melodya Apriliana | CNN Indonesia
Rabu, 16 Des 2015 07:07 WIB
Kabut asap berbahaya bertiup ke Shanghai dan mencapai titik paling berbahaya sejak Januari tahun ini. Akibatnya, sekolah dan jalanan mesti ditutup.
Kabut asap berbahaya bertiup ke Shanghai dan mencapai titik paling berbahaya sejak Januari tahun ini. Akibatnya, sekolah dan jalanan mesti ditutup. (Kim Kyung-Hoon)
Jakarta, CNN Indonesia -- Setelah Beijing pekan lalu, kini kabut asap berbahaya bertiup ke Shanghai dan mencapai titik paling berbahaya sejak Januari tahun ini. Akibatnya, sekolah dan jalanan mesti ditutup. Kerja bangunan dan akivitas pabrik juga telah dibatasi pemerintah, seiring jarak pandang yang kian hari kian pendek.

Per Selasa (15/12), ibu kota bisnis China itu diselimuti asap keabuan dengan indeks kualitas udara di atas 300. Di tingkat ini, asap begitu berbahaya dan bisa berdampak jangka panjang bagi kesehatan 20 juta warga Shanghai.

Pasalnya, level PM 2,5, yakni unsur polutan berbahaya yang terkandung dalam udara kota Shanghai telah mencapai angka 281. Ini merupakan rekor tertinggi yang tercatat sejak awal tahun, berdasarkan data yang dikumpulkan Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pemerintah Shanghai telah menetapkan "peringatan kuning", yakni peringatan tertinggi ketiga setelah merah dan oranye. Warga Shanghai diminta tetap berada di dalam rumah.

"Anak saya jadi sering sakit (gara-gara asap), biasanya mengalami hidung tersumbat dan batuk," ujar Valen Wang, seorang ibu berusia 40 tahun, dilansir Reuters.

Tetapi derita yang mereka alami tidak hanya batuk dan pilek. Akibat polusi di seluruh negeri, kini warga China juga kerap merasakan sakit kepala. Tak sedikit sungai dan danau yang tersumbat sampah, ditambah logam berat yang melapisi tanah.

Sebagian warga Shanghai mengenakan masker untuk menyaring udara, namun ada pula yang membiarkan asap terpapar di wajahnya begitu saja.

"Tenggorokan saya sering kering dan sakit," tutur Cao Yonglong, kurir berusia 30 tahun. "Saya selalu merasa ingin minum."

Peluang untung

Sengsara yang tengah ditanggung miliaran penduduk China itu rupanya dilirik beragam bisnis udara kemasan, termasuk perusahaan asal Kanada, Vitality Air, sebagai ladang rezeki.

Menurut penuturan perwakilan Vitality Air di China, Harrison Wang kepada Mail Online, produknya "terjual habis seketika" hanya dalam waktu satu menit setelah dipasarkan di Taobo, situs penjualan daring China.

Vitality Air menjual "udara segar pegunungan dalam botol" yang didatangkan dari wilayah pegunungan Banff dan Lake Louise, Kanada. Meski baru mulai dipasarkan di China kurang dari dua bulan lalu, sebanyak 500 botol udara sudah laris manis. Kini sebanyak 700 botol selanjutnya sedang menuju China.

Dilansir Independent, Wang mengaku perusahaannya melihat polusi sebagai masalah di China, "dan kami ingin memberi kesempatan kepada warga China untuk menghirup sedikit udara segar di hari-hari mereka."

Vitality Air menjajakan dirinya sebagai "peningkat vitalitas dalam satu hirupan," dan mengklaim mampu mengatasi "mabuk, kecemasan, dan lelah," sekaligus menjadi "solusi polusi Anda".

Meski begitu, Vitality Air bukanlah satu-satunya yang mereguk profit atas bencana asap China. Belum lama ini, sebuah restoran di kota Zhangjiagang mulai menawarkan udara segar dengan mesin penyaringan udara. Pelanggan yang datang pun dikenakan biaya tambahan bila ingin turut merasakan udara bersih sejenak. (ama)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER