Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah Perancis akan membersihkan wilayah yang disebut "Hutan" Calais, wilayah di perbatasan Perancis yang dihuni ratusan pengungsi. Langkah pembersihan ini diperkirakan akan membuat lebih dari 800 pengungsi, termasuk 450 anak pengungsi tanpa orangtua, terlantar.
Dilaporkan
The Independent pada Kamis (18/2), Langkah pembersihan yang rencananya akan dilakukan di wilayah selatan kamp pengungsian itu juga termasuk pembongkaran tiga masjid, satu gereja, tiga sekolah, fasilitas untuk perempuan dan anak-anak, fasilitas untuk pemuda dan fasilitas hukum.
Selain itu, aksi pembersihan ini juga akan merubuhkan pusat vaksinasi untuk mengatasi wabah campak di kamp tersebut, perpustakaan umum bernama Jungle Books Library, bangunan teater dan tiga titik distribusi makanan yang saat ini menyediakan 2.000 makanan setiap hari untuk para pengungsi.
Salah satu fasilitas untuk perempuan dan anak-anak yang akan dirubuhkan, dibangun oleh sukarelawan Liz Clegg tahun lalu. Fasilitas yang hanya berupa tenda dan berisi banyak sumbangan mainan dan peralatan mengajar itu berupaya utamanya melindungi anak-anak pengungsi yang melarikan diri dari konflik di negara mereka.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di mana PBB? Mengapa tidak ada LSM di sini? Mengapa hanya para sukarelawan yang tak punya pendanaan diminta untuk mengatasi situasi ini?" kata Clegg.
Polisi lokal memberikan peringatan hanya sekitar seminggu sebelum rencana pembersihan itu. Menjelang pembersihan, para sukarelawan prihatin terhadap kurangnya penyediaan fasilitas pengawasan anak-anak. Pasalnya, dalam enam bulan terakhir, terdapat setidaknya enam kasus anak-anak pengungsi hilang.
Dalam sebuah pernyataan, pemerintah Perancis memperkirakan 800 sampai 1.000 pengungsi akan menerima dampak dari aksi pembersihan yang diyakini akan dilakukan pada 22 Februari mendatang. Diperkirakan, terdapat 1.000 hingga 3.000 pengungsi tinggal di wilayah ini.
Namun, pemerintah setempat hanya memberikan tempat tinggal alternatif dalam bentuk kontainer untuk 800 orang saja. Kontainer yang dilengkapi dengan alat pendeteksi sidik jari ini banyak ditentang oleh para pengungsi yang menilai akomodasi ini akan menghalangi pengajuan suaka mereka.
Sejumlah organisasi pemberi bantuan kepada pengungsi, seperti Help Refugee, memperkirakan jumlah pengungsi yang terdampak aksi pembersihan ini lebih besar hingga dua kali lipat. Pasalnya, pembersihan akan dilakukan sepanjang tujuh hektar dari lahan "Hutan" Calais, yang dihuni oleh 2.000 pengungsi.
Badan amal lainnya, seperti Dokter Lintas Batas atau Medecins Sans Frontieres memberikan bantuan untuk kamp pengungsian ini. Namun sebagian besar wilayah ini dibantu oleh para sukarelawan independen.
"PBB punya pedoman, Perancis punya pedoman [bantuan untuk pengungsi]. Namun kami tidak melihat [pedoman] itu diberlakukan. Hal yang kita saksikan adalah bahwa mereka tidak menganggap anak-anak ini sebagai manusia," ujar Clegg.
Noorallah, 15, salah satu anak pengungsi yang tinggal di kamp pengungsian ini selama tujuh bulan, menceritakan perjalanan panjangnya melarikan diri dari Afghanistan ketika militan Taliban mengebom desanya, merusak sekolah dan menewaskan ayahnya.
Untuk mencapai Perancis, Noorallah butuh waktu satu tahun, dan melewati sejumlah negara, yakni "Pakistan, Iran, Turki, Bulgaria, Serbia, Hungaria, Jerman dan Belgia," katanya menyebutkan sesuai urutan rutenya.
Ketika menyebrangi perbatasan Iran-Turki, dia menghabiskan waktu enam hari dalam bagasi mobil bersama emapt anak-anak pengungsi lainnya. Sementara di Bulgaria, dia dan teman-temannya dikejar-kejar oleh anjing pelacak polisi.
(stu)