Pengamat: Serangan Truk di Nice Rawan Ditiru di Indonesia

Denny Armandhanu | CNN Indonesia
Jumat, 15 Jul 2016 13:39 WIB
Serangan dengan menabrakkan truk ke kerumunan di Nice, Perancis, adalah bentuk modus operasi langka yang dilakukan kelompok teroris.
Serangan dengan menabrakkan truk ke kerumunan di Nice, Perancis, adalah bentuk modus operasi langka yang dilakukan kelompok teroris. (Reuters/Eric Gaillard)
Jakarta, CNN Indonesia -- Serangan dengan menabrakkan truk ke kerumunan di Nice, Perancis, adalah bentuk modus operasi langka yang dilakukan kelompok teroris. Sedikitnya 84 orang tewas dan 100 lainnya terluka dalam insiden ini.

Menurut pengamat terorisme dari Universitas Indonesia, Ridlwan Habib, modus operasi ini rawan ditiru oleh kelompok teroris lain di luar Perancis, termasuk di Indonesia.

"Era bahan peledak sudah selesai, sekarang teroris bisa menggunakan apapun untuk melukai targetnya," kata Ridlwan, Jumat (15/7).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ridlwan mengingatkan ancaman teror di Indonesia belum berakhir. "Kejadian di Solo kemarin ada lagi, sekarang model Nice Perancis ini harus juga diwaspadai," lanjut dia.

Serangan truk di Nice terjadi di tengah perayaah Hari Bastille. Pelaku menabrakkan truk yang dikendarainya ke kerumunan warga di jalan.

Perancis memperpanjang darurat nasional selama tiga bulan ke depan. Sebelumnya November lalu Perancis juga menjadi sasaran terorisme, menewaskan 130 orang. Identitas pelaku belum diketahui.

Menurut Ridlwan serangan kali ini dilakukan dengan terencana dan berhasil mengecoh intelijen Perancis. Selain itu, kata dia, pelaku serangan yang seorang diri merupakan "atomization of terorist network".

"Penyerang bergerak seperti atom yang sendirian, tanpa harus berkoordinasi dengan pimpinan pusatnya, dan bisa menggunakan senjata apa saja, bahkan sebuah truk," tutur Ridlwan.

Modus operasi lone wolf seperti ini biasa dilakukan oleh para simpatisan ISIS. Cara ini menurut Ridlwan berbeda dengan al-Qaidah yang mensyaratkan serangan terkomando, terencana dan terstruktur.

"Kalau sekarang, bisa kapan saja, dimana saja, dan oleh siapa saja," lanjut dia.

Untuk mencegah hal serupa terjadi di Indonesia, diperlukan koordinasi yang erat antar lembaga intelijen, termasuk dalam berbagi data dan informasi.
 "Tidak boleh ada ego sektoral, masing masing harus saling menutupi kekurangan" ujar dia. (stu)
REKOMENDASI
UNTUKMU LIHAT SEMUA
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER