Jakarta, CNN Indonesia -- Gambia memutuskan keluar dari keanggotaan di Pengadilan Kriminal Internasional, ICC, setelah merasa kulit hitam didiskriminasi dalam proses hukum kejahatan perang. Sebelumnya, beberapa negara Afrika lainnya sudah keluar dari ICC dengan alasan yang sama.
Diberitakan Guardian, Rabu (26/10), Gambia menyatakan pengunduran diri sebagai negara anggota ICC setelah merasa pengadilan internasional itu melakukan penganiayaan dan mempermalukan orang berkulit berwarna, khususnya warga Afrika.
Dalam pernyataannya di televisi Gambia, Menteri Informasi Sheriff Bojang mengatakan ada perbedaan perlakuan hukum oleh ICC dalam menangani kasus kejahatan di Afrika dan Barat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Bojang, ICC dinilai jauh lebih keras menindak pelanggaran yang terjadi di Afrika, sementara mengabaikan kejahatan yang dilakukan oleh Barat. Pengadilan ini dinilai hanya dimanfaatkan untuk menganiaya kaum Afrika, khususnya para pemimpin negara mereka.
Sebagai contoh, Bojang merujuk kasus mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair. ICC memutuskan untuk tidak mendakwa Blair terkait Perang di Irak.
"Sejak berdirinya ICC, sekitar 30 negara Barat telah melakukan kejahatan perang terhadap negara-negara merdeka dan berdaulat. Tapi belum ada penjahat perang dari Barat yang telah didakwa ICC," tegas Bojang.
Bojang menyebut ICC sebagai pengadilan kaukasia internasional terhadap orang kulit berwarna.
Sebelum Gambia, Afrika Selatan telah keluar lebih dulu dari mahkamah internasional itu setelah sekitar setahun lalu. Presiden Sudan Omar al-Bashir masih bisa mengunjungi Afrika Selatan meskipun mendapat surat perintah penangkapan atas dirinya dari ICC dengan tuduhan kejahatan perang.
Awal bulan Oktober, Burundi menyatakan akan keluar dari ICC, Nambia dan Kenya juga menyiratkan hal yang sama.
ICC didirikan pada tahun 2002 dengan tujuan menangani kasus kejahatan luar biasa seperti genosida, kejahatan perang, dan kejahatan kemanusiaan lainnya. Badan peradilan ini kerap dituduh bias terhadap Negara Afrika dan minimnya kontribusi antar negara khususnya Amerika Serikat.
AS termasuk negara yang menandatangani Statuta Roma terkait ICC namun sampai saat ini belum meratifikasinya.
(den)