Jakarta, CNN Indonesia -- Warga Korea Selatan mulai memberikan suaranya dalam pemilihan umum presidensial yang dimulai lebih awal dari jadwal, Kamis (4/5).
Pemilihan sedianya dijadwalkan untuk dimulai pada 9 Mei nanti. Namun, untuk pertama kalinya, pemungutan suara digelar lima hari lebih cepat.
Lebih dari 3.500 tempat pemungutan suara di seluruh penjuru Negeri Ginseng itu telah dibuka, termasuk di bandara internasional Incheon dan stasiun kereta besar lainnya.
Diberitakan
Channel NewsAsia, Komisi Pemilu Nasional memperkirakan tingkat pemilih dalam pemilu awal ini mencapai 15 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perhatian publlik Korsel terkait pemilu disebut tengah berada di puncak tertinggi, menyusul pemakzulan Presiden Park Geun-hye dari Gedung Biru terkait keterlibatan dalam skandal korupsi sahabatnya sendiri, Choi Soon-sil.
Park akhirnya resmi dimakzulkan oleh Mahkamah Konsistusi sekitar Maret lalu setelah mosi penggulingannya lolos di parlemen pada Desember 2016.
Lima kandidat presiden akan mewarnai pemilu Selasa mendatang. Mereka adalah Moon Jae-in dari Partai Demokrat, Politikus Partai kebebasan Korea Hong Jun-pyo, Ahn Cheol-soo dari Partai Rakyat, Politikus Partai Bareun Yoo Seung-min, dan Sim Sang-jung dari Partai keadilan.
 Foto: REUTERS/Kim Hong-Ji) Ahn Cheol-soo dan Moon Jae-in digadang menjadi dua capres terkuat. |
Di antara lima kandidat tersebut, Moon Jae-in dan Ahn Cheol-soo digadang menjadi dua capres terkuat dalam persaingan kursi nomor satu di pemerintahan Korsel ini.
Moon, 46, seorang pengacara yang berfokus pada isu HAM, sejauh ini meraup elektabilitas tertinggi dengan selisih jauh dalam jajak pendapat terbaru.
Mantan aktivis ini pernah menjabat sebagai pejabat publik di masa pemerintahan kawannya, Presiden Roh Moo-hyun pada 2003-2008 lalu.
Meski Moon termasuk politikus yang pro terhadap aliansi Seoul dan Washington, dia berpendapat bahwa Korsel memerlukan pendekatan diplomatis yang juga seimbang dengan China.
Partai Moon selama ini juga kerap mengkritik pendekatan pemerintah terhadap Korea Utara dengan menganggap penerapan sanksi tak akan menghentikan tetangga nakalnya itu dalam mengejar ambisi nuklir.
"Saya akan menciptakan sebuah pemerintahan yang paling ditakuti oleh Korut, yang paling dipercaya oleh AS, dan paling bisa diandalkan oleh China," ucap Moon dalam pidato kampanyenya di televisi pada April lalu.
Sementara itu, Ahn Cheol-soo, seorang sentris dan pendiri Partai Rakyat, merupakan salah satu politikus yang semula menentang penerapan sistem anti-rudal kontroversial AS (THAAD) di Korsel, sebagai salah satu kesepakatan aliansi kedua negara.
Namun seiring dengan provokasi rudal Korut yang kian mengkhawatirkan belakangan ini, penolakan pria 55 tahun itu terhadap operasional THAAD melunak. Dia mengatakan, akan "menjadi sikap yang tidak bertanggung jawab" jika mengubah kesepakatan awal dengan sekutu.
Hal ini dianggap sejumlah pihak sebagai upaya Ahn meraup dukungan kaum konservatif yang sebagian besar mendukung penerapan alutsista tersebut.
"Kita tidak pernah boleh menganggap Korut sebagai negara nuklir. Jika Pyongyang mencoba meluncurkan serangan nuklir, yang pertama kita harus lakukan adalah menyerang sumbernya," kata Ahn beberapa waktu lalu seperti dikutip
New York Times.
Sebelum terjun ke politik, Ahn merupakan ahli medis yang pernah satu almamater dengan Presiden Donald Trump di Wharton School of Univeristy of Pennsylvania. Sama seperti Trump, Ahn berasal dari keluarga konglomerat yang juga dikenal sebagai seorang populis.
Melalui survei terbaru, elektabilitas Ahn kian didekati rival terkuatnya Hong Joon-pyo dari Partai Kebebasan Korea yang konservatif.
 Foto: REUTERS/Kim Hong-Ji) Kandidat capres Korsel Hong Joon-pyo (kiri) dan Moon Jae-in. |
Hong, 62, menilai dirinya sebagai kaum konservatif sejati. Mantan gubernur dan jaksa penuntut ini dianggap memiliki retorika kampanye yang sama dengan Trump.
Hong pernah berjanji, dia akan menindak anggota "serikat aristokrat" yang dianggap memperlambat kemajuan ekonomi Korsel.
namun, Hong sejauh ini telah membuat geram banyak warga Korsel mengenai pandangannya terkait isu-isu sosial. Sebab, dia pernah berjanji untuk "menindak" homoseksualitas dengan alasan dapat memicu penyakit AIDS.
Isu LGBT menjadi salah satu isu sensitif dalam politik Korsel terutama karena banyak pemilih gereja menolaknya.