Jakarta, CNN Indonesia -- Pemutusan hubungan diplomatik dengan pemerintah Myanmar hanya akan menghalangi upaya Indonesia menyelesaikan krisis kemanusiaan yang terjadi di negara bagian Rakhine.
Hal itu diungkap oleh pengamat hubungan internasional dari Universitas Pelita Harapan, Aleksius Jemadu menanggapi banyaknya pihak yang mendesak pemerintah Indonesia memutus hubungan diplomatik dengan Myanmar yang dinilai gagal melindungi warganya sendiri.
Bentrokan terbaru antara aparat militer dan etnis minoritas Rohingya kembali mencuat dalam sepekan terakhir hingga menewaskan 400 orang.
"Mengisolasi Myanmar hanya akan memperburuk keadaan di sana karena akan semakin sulit akses bagi komunitas internasional untuk membantu Rohingya," papar Aleksius saat dihubungi
CNNIndonesia.com pada Senin (4/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
 Foto: CNN Indonesia/ Hesti Rika Puluhan orang yang tergabung dalam Komite Advokasi untuk Muslim Rohingya Arakan (Kamra) menggelar aksi teatrikal di kawasan CFD Bundaran HI, Jakarta (3/9). |
Menurut Aleksius, pengusiran duta besar atau pun pemutusan hubungan diplomatik dengan Myanmar tidak akan menghentikan kekerasan yang terus menerpa etnis minoritas Muslim, khususnya Rohingya.
Pasalnya, sampai saat ini Indonesia menjadi satu-satunya negara yang diterima dan diberi akses kemanusiaan oleh pemerintah Myanmar.
Naypyidaw bahkan tidak memberikan akses kemanusiaan kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk membantu penanganan krisis di Rakhine meski terus didesak komunitas internasional.
Karena itu, Aleksius mengatakan salah satu fokus terpenting yang harus dilakukan Indonesia saat ini adalah memastikan pemerintah Myanmar mau membuka dan menjamin akses kemanusiaan ke Rakhine.
Salah satu cara, tuturnya, melalui pendekatan konstruktif dengan pemerintahan Myanmar. Jika akses sudah terjamin, Indonesia bersama komunitas internasional lainnya dianggap bisa leluasa menyalurkan bantuan dan memantau situasi di Rakhine.
[Gambas:Video CNN]"Yang perlu ditekankan Indonesia saat ini justru kerja sama dengan Myanmar untuk memastikan akses kemanusiaan ke Rakhine bisa dibuka. Jika kita memutus hubungan dengan Myanmar, bagaimana [akses] bisa terjamin?" ujar Aleksius.
Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi saat ini pun tengah berada di Naypyidaw untuk bertemu dan berbicara mengenai krisis Rakhine dengan sejumlah otoritas negara itu, termasuk pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi.
Ini menjadi lawatan kedua Retno ke negara itu dalam misi penyelesaian konflik kemanusiaan di Rakhine.
Awal Januari lalu, Retno juga sudah bertolak ke Myanmar untuk menyalurkan sejumlah bantuan dari Indonesia seperti makanan, obat-obatan, hingga pembangunan rumah sakit dan sekolah di Rakhine.
Saat ini, Retno menjadi satu-satunya perwakilan negara asing yang diterima masuk ke Myanmar khususnya ke Rakhine--tempat bentrokan antara aparat militer dan etnis Rohingya berpusat selama ini.
Menurut Aleksius, akses dan peluang seperti ini tidak akan bisa didapat Indonesia jika pendekatan yang dilakukan pemerintah hanya mengedepankan kecaman tanpa memberikan solusi konkret dalam penyelesaian krisis ini.
"Indonesia bisa terlibat sejauh ini karena pemerintah menggunakan pendekatan konstruktif dengan Myanmar tanpa maksud untuk intervensi. Indonesia tidak cuma mengecam, tapi mengambil langkah konkret dengan turut menyalurkan berbagai bantuan ke Myanmar,"