Jakarta, CNN Indonesia -- Tokoh agama dari Tibet, Dalai Lama, meminta Myanmar untuk meneladani sikap Buddha yang pasti akan menolong Muslim Rohingya ketika sedang kesulitan.
"Mereka harus ingat, Buddha, dalam keadaan seperti itu, Buddha pasti akan menolong Muslim yang kesulitan. Jadi, saya merasa sangat sangat sedih," ujar Dalai Lama, sebagaimana dikutip
CNN.
Pernyataan ini dilontarkan Dalai Lama setelah ditanya wartawan mengenai kekerasan militer Myanmar yang kian brutal terhadap etnis minoritas Muslim Rohingya di Rakhine selama tiga pekan belakangan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setidaknya 1.000 nyawa melayang dan 300 ribu orang Rohingya kabur keluar Rakhine, sebagian besar menuju Bangladesh, akibat serangkaian aksi kekerasan itu.
Selama ini, Rohingya memang terus menjadi korban diskriminasi di Myanmar yang mayoritas penduduknya beragama Buddha. Tinggal di Rakhine hingga beberapa generasi, Rohingya tak pernah mendapatkan status warga negara Myanmar.
Mereka pun menjadi target tindak kekerasan oleh para nasionalis Buddha dan militer. Perserikatan Bangsa-Bangsa bahkan mengatakan bahwa Rohingya merupakan korban pembersihan etnis.
Komentar Dalai Lama ini pun bukan kritik pertama yang disampaikan oleh tokoh internasional. Sebelumnya, Uskup Agung Desmond Tutu menulis surat kepada pemimpin defacto Myanmar, Aung San Suu Kyi, untuk mengakhiri persekusi terhadap Rohingya.
"Saya mengakhiri kebungkaman saya mengenai hubungan publik karena kesedihan atas keadaan buruk yang menimpa minoritas Muslim di negara Anda, kaum Rohingya," tulis Tutu.
[Gambas:Video CNN]Selain itu, rekan Suu Kyi sesama penerima Nobel Perdamaian, Malala Yousafzai, juga mendesak sang Penasihat Negara Myanmar untuk segera bertindak menghentikan kekerasan terhadap Rohingya.
"Selama beberapa tahun belakangan, saya berulang kali mengecam perlakuan tragis dan memalukan. Saya masih menunggu teman penerima Nobel Perdamaian, Aung San Suu Kyi, untuk melakukan hal yang sama." katanya.
Kekecewaan dunia atas Suu Kyi pun dianggap wajar karena pada pemilihan umum lalu, sang penerima Nobel dianggap sebagai harapan baru Myanmar setelah berpuluh tahun dikuasai junta militer.
Namun ternyata, Suu Kyi tak pernah berkutik jika berkaitan dengan isu Rohingya. Burma Human Rights Network (BHRN) menyebut, Suu Kyi bungkam karena takut militer terus menguasai politik Myanmar jika ditentang.