WNI di London Angkat Suara Soal Rentetan Teror di Inggris

CNN Indonesia
Jumat, 15 Sep 2017 22:24 WIB
London, kota multietnis yang berpenduduk 8,1 juta jiwa, diguncang empat aksi teror sepanjang 2017 ini. Seorang WNI bercerita soal pengalamannya tinggal di sana.
Terjadi ledakan di stasiun kereta bawah tanah di London, Inggris, pada Jumat (15/3) pagi. (AFP PHOTO / Daniel LEAL-OLIVAS)
Jakarta, CNN Indonesia -- Nuraki Aziz menyebut situasi di daerah tempat tinggalnya di London Barat dalam kondisi biasa saja setelah terjadi ledakan di stasiun bawah tanah Parsons Green, Jumat (15/9) pagi.

Tempat tinggalnya dan stasiun yang diserang memang berjarak cukup jauh, meski sama-sama berada di London Barat.

Ketika ledakan terjadi pada 08.20 pagi waktu setempat, ia sedang dalam perjalanan menuju tempat kerjanya menggunakan bus dan sempat melewati tiga stasiun.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Saat itu, menurut penuturan Nuraki, tak satu pun stasiun yang ia lewati ditutup sementara kondisi sekitar tidak terpengaruh. Hanya saja, ia mengakui bahwa ada jarak cukup jauh antara posisinya dengan pusat peristiwa.

"Yang perlu diketahui, pertama saya enggak di sana. Saya di London barat, wilayahnya sama, tapi enggak dekat sana," ujarnya dalam sambungan telepon kepada CNNIndonesia.com.

"Yang saya lewati tadi tidak ada yang tutup, tapi jalurnya ada yang banyak. Mungkin tidak berhubungan dengan jalur itu."

Peta lokasi insiden ledakan stasiun kereta bawah tanah Parsons Green.  Peta lokasi insiden ledakan stasiun kereta bawah tanah Parsons Green. (CNNIndonesia/Fajrian/Diolah dari googlemaps)
Nuraki, seorang wartawan yang pernah meliput situasi berbahaya seperti perang dan bencana alam, menyebut berada dalam situasi seperti itu bukan hal aneh.

Demikian pula dengan pengalaman 'berdekatan' dengan aksi teror. Salah satu dari serangkaian serangan bom 2005 (Nuraki mengingatnya 2007) terjadi di Edgware Road, berdekatan dengan tempatnya tinggal di Little Venice.

"Bom yang pertama kali itu terjadi 2007, saya sudah tinggal di flat ini, flat yang sama. Bom 2007 itu salah satunya di tube saya. Waktu itu kan terjadi di tiga tube dan satu bus," ucap Nuraki menceritakan pengalamannya.

Insiden bom itu membuat Nuraki menghindari kereta bawah tanah dan juga moda transportasi umum yang lain. Jalan kaki jadi pilihannya.

Hanya saja ia menegaskan pengalaman-pengalaman itu tidak hanya berpotensi terjadi di kota tempat tinggalnya saat ini.  

"Memang saya enggak pergi ke tempat ramai atau pakai tube. Cuma kan di semua tempat juga begitu, termasuk di Indonesia," ujarnya.

Tim forensik sedang menelusuri jejak aksi teror di kereta bawah tanah di London. Tim forensik sedang menelusuri jejak aksi teror di kereta bawah tanah di London. (REUTERS/Hannah McKay)
Serangan di Parsons Green pada hari ini merupakan insiden teror keempat yang terjadi di London sepanjang 2017.

Pada tiga aksi teror sebelumnya yaitu di gedung parlemen Westminster, London Bridge, dan juga masjid di Finsbury Park, pelaku menggunakan modus operandi yang sama yaitu menabrakkan mobil para arah pejalan kaki.

Rentetan teror itu tak serta membuat Nuraki merasa tidak aman tinggal di London. Ia punya pandangan sendiri soal kehidupan di Inggris, negara yang lewat referendum tahun lalu memilih untuk meninggalkan Uni Eropa.

"Inggris itu memberi kesempatan pada berbagai kelompok. Misalnya Islam, atau yang Islamnya berbeda seperti Syiah. Yang di tempat lain tidak bisa di sini bisa. Maksud saya, negaranya terbuka," katanya.

"Nah karena terbuka itu mestinya bisa membaca (situasi), ketimbang yang di bawah selimut. Tapi London cukup baik penanganannya. Tube ini misalnya, yang ditutup cuma di situ aja." 
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER