Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan Presiden Amerika Serikat, Jimmy Carter mengatakan bersedia bertandang ke Korea Utara atas nama pemerintahan Presiden Donald Trump demi meredam ketegangan antara Washington dan Pyongyang.
"Ya, saya akan pergi," ucap Carter, 93, saat diwawancarai New York Times di kediamannya di Plains, Georgia, Minggu (22/10).
Carter mengatakan, saat ini merupakan waktu yang tepat bagi kedua negara mengutamakan jalan diplomatik dalam penyelesaian konflik. Sebab, kisruh antara Pyongyang dan Washington dinilai semakin mengkhawatirkan seiring dengan silih ancam perang dan hinaan antara kedua negara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Presiden ke-39 itu mengaku telah berbicara kepada penasihat keamanan nasional Trump, HR McMaster, meski hingga saat ini belum mendapat respons positif.
"Karena itu, saya katakan pada dirinya [McMaster], saya bersedia jika mereka membutuhkan saya," kata Presiden AS periode 1977-1981 itu.
Sejumlah pejabat pemerintah dan sekutu AS semakin dibuat khawatir dengan sikap Trump yang terus membuat rezim Kim Jong-un geram. Sejak Pyongyang meluncurkan uji coba nuklir keenamnya pada awal September lalu, Trump semakin bersikap keras dalam menghadapi Korut.
Trump menyebut Korut dan ambisi nuklirnya adalah ancaman besar bagi negaranya dalam sidang terbuka Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) beberapa waktu lalu.
Awalnya, Trump mengatakan bahwa AS siap berunding. Tapi jika terancam, AS siap "menghancurkan Korut."
Presiden AS ke-45 itu bahkan mengisyaratkan bahwa opsi militer atau perang merupakan satu-satunya jalan keluar membungkam ancaman Korut. Padahal langkah itu selama ini dihindari oleh sekutu AS dan komunitas internasional.
Menanggapi ini, Korut pun kembali melontarkan ancaman akan meluncurkan peluru kendali ke wilayah AS di Pasifik, Guam, jika Washington terus melakukan "hal sembrono" dengan terus mengancam negaranya.
"Saya pun khawatir terkait situasi ini," kata Carter saat ditanyai mengenai perang kata-kata antara Trump dan Jong-un tersebut.
Carter menggambarkan Jong-un sebagai seorang pemimpin dengan karakter yang "tidak dapat diprediksi.”
Dia khawatir, Jong-un secara tak terduga akan mengambil opsi militer pencegahan karena berpikir Trump akan beraksi melawan rezimnya.
"Saya pikir, Jong-un saat ini memiliki senjata nuklir canggih yang bisa menghancurkan Semenanjung Korea dan Jepang, dan beberapa wilayah lain di Pasifik, bahkan mungkin daratan AS," kata Carter.
Selain itu, Carter menganggap selama ini AS terlalu mengandalkan peran China, sebagai sekutu terdekat Korut, untuk menekan Pyongyang agar menghentikan ambisi pengembangan senjata nuklirnya.
Padahal, Carter mengganggap hubungan Beijing dan Pyongyang tidak begitu dekat di tangan kepemimpinan Jong-un.
"[Korut] ingin mengamankan rezimnya. Kita [AS] terlalu berharap kepada China untuk mempengaruhi Korut, terutama Jong-un. Padahal, setahu saya Jong-un tidak memiliki hubungan [sedekat itu] dengan China bahkan tidak pernah bertandang ke sana," kata Carter.
"Kim Jong-il [ayah Jong-un] pernah ke China dan hubungan kedua negara memang sangat dekat saat itu," ia menambahkan.
Mengutip
New York Times, Carter sendiri sudah pernah mengunjungi Pyongyang pada 1990-an, bertemu Kim Il Sung yang merupakan kakek dari Kim Jong-un.