Jakarta, CNN Indonesia -- Pendukung koalisi separatis Catalan, partai CUP, mengancam akan menggencarkan "pembangkangan sipil massal" jika Spanyol benar-benar mencabut otonomi daerah mereka di tengah meningkatnya tensi politik pasca referendum kemerdekaan Catalonia.
CUP menyatakan, keputusan Spanyol untuk mencabut kekuasaan Puigdemont setelah Catalonia mendeklarasikan kemerdekaan merupakan "serangan terbesar" bagi warga Catalan sejak kepemimpinan Francisco Franco.
Franco merupakan diktator yang memegang kuasa di Spanyol sejak 1939 hingga 1975. Selama ini memimpin, otonomi Catalonia tak diakui.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Serangan semacam ini akan mendapatkan tanggapan dalam bentuk pembangkangan sipil massal," demikian pernyataan CUP, sebagaimana dilansir
AFP.
Senada dengan CUP, juru bicara koalisi Together for Yes, Lluis Corominas, mengatakan bahwa tindakan Spanyol merupakan bentuk pelanggaran institusi paling parah.
"Mereka memberlakukan hukum melalui hakim dan penuntut. Mereka memberlakukan hukum atas kami melalui polisi. Kami sudah diokupasi selama berminggu-minggu. Mereka ingin menakuti kami, dengan polisi, badan peradilan, tuntutan hasutan, tuntutan pemberontakan," ucap Corominas.
Sejak Catalonia menggelar referendum, Spanyol memang terus menekan daerah tersebut, dimulai dengan menghalangi proses pemungutan suara.
Setelah hasil referendum menunjukkan bahwa sekitar 90 persen pemegang hak pilih Catalonia memilih memisahkan diri dari Spanyol, Madrid mengancam akan mencabut otonomi daerah tersebut.
Keputusan ini dijamin dalam Pasal 155 konstitusi Spanyol yang memberikan wewenang kepada perdana menteri untuk mencabut otonomi Catalonia dan mengambil alih daerah tersebut demi "kepentingan umum Spanyol."
Sebelum referendum, Catalonia sebenarnya sudah memiliki otonomi untuk mengatur kebijakan, edukasi, dan layanan kesehatan sendiri. Namun kini, Catalonia menuntut kuasa lebih untuk mengatur keuangan mereka.
Dalam keadaan seperti ini, pemerintah Spanyol bisa langsung mencabut kewenangan kepolisian Catalonia, memecat kepala media pemberitaan publik daerah itu, hingga mengambil alih keuangan pemerintah daerah.
Namun, menurut sejumlah pengamat, langkah tersebut justru akan semakin menyulut bara separatisme di Catalonia.
Saat pemerintah mengumumkan pencabutan kuasa Presiden Catalonia, Carles Puigdemont, pada Sabtu lalu saja, sekitar 500 ribu orang sudah turun ke jalan.
[Gambas:Video CNN]Kerusuhan pun diperkirakan bakal pecah ketika pemerintah Spanyol menggelar pemilu daerah yang seharusnya dilaksanakan dalam jangka waktu enam bulan dari pencabutan kuasa Puigdemont.
Pada Senin (23/10) saja, pemadam kebakaran Catalonia sudah menyiratkan bahwa mereka mungkin menolak perintah dari pemerintah pusat.
"Tergantung apa yang mereka suruh. Jika ada jalan yang diblokir dan mereka mengerahkan kami untuk membukanya kembali, mungkin kami tidak akan pergi," ucap seorang juru bicara asosiasi pemadam kebakaran yang berhubungan dengan gerakan separatis.
(has)