Anak Buah Algojo ISIS 'Jihadi John' Minta Keadilan
CNN | CNN Indonesia
Selasa, 10 Apr 2018 01:16 WIB
Jakarta, CNN Indonesia -- Dua anggota sel ISIS asal Inggris yang dikenal dengan sebutan 'The Beatles' menyebut beberapa tindakan yang dilakukan kelompoknya "disesalkan," dan berkeras meminta hak hukum mereka dihormati di manapun mereka disidang.
Alexanda Kotey dan El Shafee Elsheikh menyampaikan hal tersebut dalam wawancara dengan CNN dari dalam rumah tahanan di utara Suriah, di mana mereka ditahan oleh pasukan Kurdi yang didukung AS.
Keduanya dikenal sebagai bagian dari kelompok anggota ISIS beraksen Inggris yang dipimpin oleh Mohammed Emwazi, algojo ISIS yang kerap tampil dalam video pemenggalan sejumlah sandera negara Barat.
Video serangkaian eksekusi yang disebarkan secara daring itu mengakibatkan kemarahan dan ketakutan di dunia Barat, mengubah persepsi ancaman teror yang dibuat oleh ISIS.
Kedua orang tersebut hanya sebagian di antara puluhan anggota ISIS asing yang ditahan di kawasan konflik. Mereka terjebak di tengah urusan diplomatik, di mana negara asalnya secara tak langsung atau terang-terangan menolak kepulangan para anggota kelompok teror.
Dengan demikian, mereka juga berada di tengah ketidakpastian hukum. Sementara, pasukan Kurdi mesti menanggung beban menangani para tahanan tersebut.
Di dalam rumah tahanan, kedua orang itu tampak santai dan nyaman sembari menenggak kola dan berdebat selama 90 menit untuk memutuskan apakah akan menjalani wawancara ini atau tidak. Setelahnya, mereka berbicara selama 54 menit, berulang kali menyinggung ketidakpastian hukum tersebut.
Dilaporkan sejumlah media Inggris, mereka sudah tidak lagi memiliki status kewarganegaraan negara asalnya. Hal ini membuat penentuan lokasi sidang semakin sulit.
Kementerian Luar Negeri AS menuding Kotey, lelaki 34 tahun asal Ladbrok Grove, London, "kemungkinan besar terlibat dalam eksekusi kelompok (ISIS) dan terutama penyiksaan yang kejam" wartawan media Barat dan pekerja bantuan kemanusiaan yang disandera.
Elsheikh "disebut mendapatkan reputasinya karena water-boarding (menyiksa dengan membenamkan wajah ke air), celaan, eksekusi, dan penyaliban," kata Kemlu AS.
Kedua orang itu bercanda soal negara asalnya atau AS kemungkinan memutuskan menyidang mereka dengan hukum Syariah, atau menghukum mereka dengan "hang, draw and quarter," hukuman mati kejam khas Inggris yang diberikan untuk para pengkhianat kerajaan di era pertengahan.
"Saya bukan orang yang demokratis, tapi saya jadi subjek hukum demokrasi. Jadi ini berlaku untuk mereka yang mengklaim menegakkan hukum ini," kata Elsheikh.
Ditanya soal fakta-fakta bahwa mantan sandera dan korbannya yang mengaku mengenal wajah dan suara mereka dari wawancara sebelumnya, Elsheikh menolak berkomentar. Dia menyebut itu adalah persoalan hukum.
"Itu hanya tudingan, secara hukum. Anda tahu, jika Inggris menyatakan 'kami akan berurusan dengan Anda menggunakan hukum barbar, atau dengan hukum dari era pertengahan', maka hukum saya dengan hang, draw and quarter."
"Tapi bukan itu masalahnya. Saya hanya menyebutkan masalah itu saja."
Kotey pun sama-sama mengungkapkan bantahan secara tak langsung, dan menolak membahas tudingan spesifik.
Tampak seolah muak dan riang di saat yang bersamaan, Kotey mengatakan "pemerintah Amerika atau Inggris--jika mereka memutuskan ingin jadi juara Syariah dan menerapkan hukum Islam pada saya dan Shaf (Elsheikh), maka lakukanlah."
"Jika tidak, maka mereka harus melakukan apa yang mereka klaim sebagai hal yang paling bisa mereka lakukan."
Ketika ditanya di mana ingin menjalani persidangan, Kotey mengatakan "tentu saja, pilihan termudah adalah sesuatu yang sudah familier. Pengalaman saya hakim Inggris cukup adil dan bijaksana."
Dia juga mengatakan dirinya merindukan makanan khas negeri asalnya.
(aal)
Alexanda Kotey dan El Shafee Elsheikh menyampaikan hal tersebut dalam wawancara dengan CNN dari dalam rumah tahanan di utara Suriah, di mana mereka ditahan oleh pasukan Kurdi yang didukung AS.
Keduanya dikenal sebagai bagian dari kelompok anggota ISIS beraksen Inggris yang dipimpin oleh Mohammed Emwazi, algojo ISIS yang kerap tampil dalam video pemenggalan sejumlah sandera negara Barat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan demikian, mereka juga berada di tengah ketidakpastian hukum. Sementara, pasukan Kurdi mesti menanggung beban menangani para tahanan tersebut.
Di dalam rumah tahanan, kedua orang itu tampak santai dan nyaman sembari menenggak kola dan berdebat selama 90 menit untuk memutuskan apakah akan menjalani wawancara ini atau tidak. Setelahnya, mereka berbicara selama 54 menit, berulang kali menyinggung ketidakpastian hukum tersebut.
Dilaporkan sejumlah media Inggris, mereka sudah tidak lagi memiliki status kewarganegaraan negara asalnya. Hal ini membuat penentuan lokasi sidang semakin sulit.
Elsheikh "disebut mendapatkan reputasinya karena water-boarding (menyiksa dengan membenamkan wajah ke air), celaan, eksekusi, dan penyaliban," kata Kemlu AS.
 Pasukan ISIS di Suriah runtuh dan sisa-sisanya semakin terdesak. (REUTERS/Erik De Castro) |
"Saya bukan orang yang demokratis, tapi saya jadi subjek hukum demokrasi. Jadi ini berlaku untuk mereka yang mengklaim menegakkan hukum ini," kata Elsheikh.
"Itu hanya tudingan, secara hukum. Anda tahu, jika Inggris menyatakan 'kami akan berurusan dengan Anda menggunakan hukum barbar, atau dengan hukum dari era pertengahan', maka hukum saya dengan hang, draw and quarter."
"Tapi bukan itu masalahnya. Saya hanya menyebutkan masalah itu saja."
Kotey pun sama-sama mengungkapkan bantahan secara tak langsung, dan menolak membahas tudingan spesifik.
"Jika tidak, maka mereka harus melakukan apa yang mereka klaim sebagai hal yang paling bisa mereka lakukan."
Ketika ditanya di mana ingin menjalani persidangan, Kotey mengatakan "tentu saja, pilihan termudah adalah sesuatu yang sudah familier. Pengalaman saya hakim Inggris cukup adil dan bijaksana."
Dia juga mengatakan dirinya merindukan makanan khas negeri asalnya.
(aal)
TOPIK TERKAIT
ARTIKEL
TERKAIT
TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK