
Divonis 7 Tahun Bui, 2 Wartawan Reuters di Myanmar Banding
CNN Indonesia | Senin, 05/11/2018 19:23 WIB

Jakarta, CNN Indonesia -- Dua jurnalis kantor berita Reuters di Myanmar, Wa Lone dan Kyaw Soe Oo mengajukan banding atas putusan pengadilan tingkat pertama. Keduanya divonis tujuh tahun penjara karena dianggap bersalah membocorkan rahasia negara dengan liputan pembantaian 10 lelaki Rohingya oleh tentara Myanmar.
"Kami mengajukan banding hari ini atas nama Wa Lone dan Kyaw Soe Oo karena putusan pengadilan itu salah," kata pemimpin redaksi Reuters, Stephen J. Adler dalam sebuah pernyataan, sebagaimana dikutip AFP, Senin (5/11).
"Dalam menyebut mereka sebagai mata-mata, itu mengabaikan adanya bukti kuat dari polisi, pelanggaran proses hukum yang serius, dan kegagalan penuntut untuk membuktikan salah satu elemen kunci dari kejahatan," kata dia menambahkan.
Wa Lone dan Kyaw Soe Oo dinyatakan bersalah di bawah undang-undang kerahasiaan negara, setelah melakukan peliputan soal pembunuhan terhadap 10 pria Rohingya dan operasi militer yang brutal pada September lalu.
Keputusan itu menuai kecaman keras dan dianggap sebagai pengadilan palsu yang sedang berusaha mengintimidasi wartawan di Myanmar.
Selama persidangan berlangsung, seorang petugas kepolisian mengatakan bahwa atasannya telah memberikan perintah ke anak buahnya untuk membuat operasi jebakan untuk menjerat kedua wartawan. Namun, hakim mengabaikan kesaksian tersebut.
Pemimpin Sipil Myanmar, Aung San Suu Kyi mendapat kritikan secara luas karena menolak ikut campur untuk mengatasi kasus ini, meskipun pemerintahannya memiliki kekuatan untuk membatalkan dakwaan.
Pengadilan Tinggi kemungkinan akan memakan waktu hingga lima atau enam bulan untuk memutuskan banding. Selama kurun waktu tersebut, para wartawan akan tetap berada di penjara.
Dua wartawan itu sedang menyelidiki adanya pembantaian terhadap 10 pria Rohingya yang dilakukan oleh tentara Myanmar di desa Inn Din, Negara Bagian Rakhine pada 2017 lalu. Kekerasan itu menyebabkan ribuan kaum Rohingya melarikan diri dan mengungsi ke Bangladesh.
Para pengungsi memberikan kesaksian yang konsisten mengenai adanya pembunuhan, pemerkosaan, dan pembakaran yang dilakukan secara terus-menerus dan sistematis.
Para penyelidik dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan bahwa kekerasan itu menuntut para pejabat Myanmar yang melakukan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Mahkamah Kejahatan Internasional (ICC).
Myanmar bersikeras bahwa kampanye yang terjadi merupakan tanggapan dari serangan militan Rohingya terhadap oleh pasukan keamanan. Myanmar menolak yurisdiksi ICC atas negara itu.
Pada 15 November mendatang, sebanyak 2.000 kaum muslim Rohingya akan kembali ke Myanmar sebagai bagian dari kesepakatan repatriasi yang ditandatangani dengan Bangladesh pada 2017 lalu.
Namun, PBB dan berbagai kelompok hak asasi manusia mencegah dan berusaha mencari bukti bahwa kondisi pengembalian mereka ke Myanmar harus aman dan bermartabat. (cin/ayp)
"Kami mengajukan banding hari ini atas nama Wa Lone dan Kyaw Soe Oo karena putusan pengadilan itu salah," kata pemimpin redaksi Reuters, Stephen J. Adler dalam sebuah pernyataan, sebagaimana dikutip AFP, Senin (5/11).
"Dalam menyebut mereka sebagai mata-mata, itu mengabaikan adanya bukti kuat dari polisi, pelanggaran proses hukum yang serius, dan kegagalan penuntut untuk membuktikan salah satu elemen kunci dari kejahatan," kata dia menambahkan.
Wa Lone dan Kyaw Soe Oo dinyatakan bersalah di bawah undang-undang kerahasiaan negara, setelah melakukan peliputan soal pembunuhan terhadap 10 pria Rohingya dan operasi militer yang brutal pada September lalu.
Selama persidangan berlangsung, seorang petugas kepolisian mengatakan bahwa atasannya telah memberikan perintah ke anak buahnya untuk membuat operasi jebakan untuk menjerat kedua wartawan. Namun, hakim mengabaikan kesaksian tersebut.
Pemimpin Sipil Myanmar, Aung San Suu Kyi mendapat kritikan secara luas karena menolak ikut campur untuk mengatasi kasus ini, meskipun pemerintahannya memiliki kekuatan untuk membatalkan dakwaan.
Pengadilan Tinggi kemungkinan akan memakan waktu hingga lima atau enam bulan untuk memutuskan banding. Selama kurun waktu tersebut, para wartawan akan tetap berada di penjara.
Dua wartawan itu sedang menyelidiki adanya pembantaian terhadap 10 pria Rohingya yang dilakukan oleh tentara Myanmar di desa Inn Din, Negara Bagian Rakhine pada 2017 lalu. Kekerasan itu menyebabkan ribuan kaum Rohingya melarikan diri dan mengungsi ke Bangladesh.
Para penyelidik dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan bahwa kekerasan itu menuntut para pejabat Myanmar yang melakukan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Mahkamah Kejahatan Internasional (ICC).
Myanmar bersikeras bahwa kampanye yang terjadi merupakan tanggapan dari serangan militan Rohingya terhadap oleh pasukan keamanan. Myanmar menolak yurisdiksi ICC atas negara itu.
Pada 15 November mendatang, sebanyak 2.000 kaum muslim Rohingya akan kembali ke Myanmar sebagai bagian dari kesepakatan repatriasi yang ditandatangani dengan Bangladesh pada 2017 lalu.
Lihat juga:Lagi, Myanmar Tangkap 3 Wartawan |
ARTIKEL TERKAIT

Kelompok HAM: Genosida Rohingya di Myanmar Masih Berlangsung
Internasional 3 bulan yang lalu
PBB: Genosida Muslim Rohingya di Myanmar Masih Terjadi
Internasional 3 bulan yang lalu
Lagi, Myanmar Tangkap 3 Wartawan
Internasional 4 bulan yang lalu
Myanmar Disebut Tak akan Mau Selidiki Genosida Rohingya
Internasional 4 bulan yang lalu
FOTO: Madrasah, Pelipur Anak-anak Rohingya di Pengungsian
Internasional 4 bulan yang lalu
Anak Rohingya Belajar dan Berlindung di Madrasah
Internasional 4 bulan yang lalu
BACA JUGA

Facebook Hapus Empat Akun Kelompok Pemberontak di Myanmar
Teknologi • 05 February 2019 22:00
Lippo Karawaci Jual Aset Rumah Sakit di Myanmar Rp275 miliar
Ekonomi • 11 January 2019 11:02
Fadli Sebut Rezim Jokowi Senyap di Isu Uighur dan Rohingya
Nasional • 31 December 2018 11:49
INFOGRAFIS: Enam 'Serangan' Prabowo pada Pers
Nasional • 07 December 2018 15:33
TERPOPULER

Donald Trump Sambut Bernie Sanders sebagai Pesaing Capres
Internasional • 3 jam yang lalu
Myanmar Bentuk Panel Reformasi Konstitusi Rancangan Militer
Internasional 2 jam yang lalu
Militer Venezuela Tegaskan Setia pada Nicolas Maduro
Internasional 4 jam yang lalu