
Soal Ba'asyir, PM Australia Minta RI Hormati Korban Bom Bali
CNN Indonesia | Selasa, 22/01/2019 13:53 WIB

Jakarta, CNN Indonesia -- Perdana Menteri Australia, Scott Morrison, kembali mengutarakan penolakannya atas rencana Presiden Joko Widodo untuk membebaskan narapidana kasus terorisme, Abu Bakar Ba'asyir, dengan mengatakan bahwa Indonesia harus menghormati korban bom Bali.
"Penghormatan harus ditunjukkan bagi nyawa mereka yang meninggal," ujar Morrison sebagaimana dikutip Associated Press, Selasa (22/1).
Ba'asyir divonis 2,6 tahun penjara atas konspirasi serangan bom Bli 2002 pada 3 Maret 2005 yang merenggut lebih dari 200 nyawa, termasuk warga Australia.
Ia kembali ditangkap atas tuduhan pembentukan dan pelatihan cabang Al Qaidah di Aceh pada 9 Agustus 2010 dan divonis 15 tahun penjara tanggal 16 Juni 2011.
Ba'asyir seharusnya bebas murni pada Desember 2023, tapi Jokowi dilaporkan merencanakan pembebasan Ba'asyir dalam waktu dekat.
"Saya tentu akan sangat kecewa, seperti rakyat Australia lainnya, dan akan menyampaikan kekecewaan itu dan sikap keras saya mengenai itu," tutur Morrison.
Melanjutkan pernyataannya, Morrison berkata, "Kami tak ingin orang itu bebas dan memicu pembunuhan warga Australia dan Indonesia, mengajarkan doktrin kebencian."
Setelah Jokowi mengumumkan rencana pembebasan ini pada Jumat pekan lalu, Morrison sebenarnya sudah menyampaikan keberatan sehari kemudian.
Namun, sejumlah pejabat di Indonesia, termasuk Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Wiranto, menyatakan bahwa Indonesia tak akan menghiraukan sikap Australia terkait kasus Ba'asyir.
Jokowi menyatakan bahwa rencana pembebasan Ba'asyir ini dipertimbangkan berdasarkan alasan kemanusiaan karena narapidana itu sudah sepuh. Namun, berbagai pihak mempertanyakan dasar hukum pembebasan Ba'asyir.
Pengamat terorisme, Sidney Jones, bahkan menyebut "Keputusan Joko Widodo untuk membebaskan Abu Bakar Ba'asyir tidak tepat, patut dipertanyakan, dan tidak layak secara politis."
Setelah diserang berbagai pertanyaan terkait rencana ini, Wiranto pun mengatakan bahwa pembebasan Ba'asyir ini masih dalam kajian pemerintah. (has/has)
"Penghormatan harus ditunjukkan bagi nyawa mereka yang meninggal," ujar Morrison sebagaimana dikutip Associated Press, Selasa (22/1).
Ba'asyir divonis 2,6 tahun penjara atas konspirasi serangan bom Bli 2002 pada 3 Maret 2005 yang merenggut lebih dari 200 nyawa, termasuk warga Australia.
Ba'asyir seharusnya bebas murni pada Desember 2023, tapi Jokowi dilaporkan merencanakan pembebasan Ba'asyir dalam waktu dekat.
"Saya tentu akan sangat kecewa, seperti rakyat Australia lainnya, dan akan menyampaikan kekecewaan itu dan sikap keras saya mengenai itu," tutur Morrison.
Setelah Jokowi mengumumkan rencana pembebasan ini pada Jumat pekan lalu, Morrison sebenarnya sudah menyampaikan keberatan sehari kemudian.
Namun, sejumlah pejabat di Indonesia, termasuk Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Wiranto, menyatakan bahwa Indonesia tak akan menghiraukan sikap Australia terkait kasus Ba'asyir.
Pengamat terorisme, Sidney Jones, bahkan menyebut "Keputusan Joko Widodo untuk membebaskan Abu Bakar Ba'asyir tidak tepat, patut dipertanyakan, dan tidak layak secara politis."
Setelah diserang berbagai pertanyaan terkait rencana ini, Wiranto pun mengatakan bahwa pembebasan Ba'asyir ini masih dalam kajian pemerintah. (has/has)
TOPIK TERKAIT
ARTIKEL TERKAIT
BACA JUGA
Garuda Damai dengan 'KPPU' Australia di Kasus Fuel Surcharge
Kisah Arpiet Coba Gabung ISIS: Jual Rumah Rp6 M, Berujung Bui
Australia Ancam Seret China ke WTO karena Naikkan Pajak Wine
Australia Mau Tarik Kabel Bawah Laut RI Buat Ekspor Listrik
PTTEP Akan Banding Gugatan Petani RI di Pengadilan Australia
LAINNYA DI DETIKNETWORK
TERPOPULER

Presiden China Xi Jinping Minta AS Setop Bertingkah Kayak Bos
Internasional • 23 menit yang lalu
Tegang dengan Rusia, Ukraina Kerahkan Pasukan Cadangan
Internasional 1 jam yang lalu
Krisis Corona India Makin Parah, Nyaris 300 Ribu Kasus Sehari
Internasional 2 jam yang lalu