PBB Beberkan Proses Penyerahan Petisi Papua Barat

CNN Indonesia
Selasa, 29 Jan 2019 19:11 WIB
PBB mengungkapkan momen saat pemimpin Gerakan Pembebasan Papua Barat, Benny Wenda menyerahkan petisi referendum yang kontroversial itu.
Ilustrasi. (AFP Photo/Fabrice Coffrini)
Jakarta, CNN Indonesia -- Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengungkap momen ketika pemimpin kelompok separatis United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), Benny Wenda, menyerahkan petisi soal referendum kemerdekaan Papua Barat kepada Komisioner Tinggi HAM PBB, Michelle Bachelet.

Wakil juru bicara Komisioner Tinggi HAM PBB (OHCHR), Ravina Shamdasani, mengatakan kepada CNNIndonesia.com bahwa petisi tersebut diserahkan saat Bachelet sedang bertemu dengan delegasi Vanuatu dalam sesi Ulasan Universal Periodik Dewan HAM PBB di Jenewa, Swiss.

"Dalam pertemuan ini, salah satu anggota delegasi Vanuatu, Benny Wenda, menyerahkan petisi kepada Komisioner Tinggi. Pertemuan ini tidak diatur khusus oleh Wenda untuk tujuan tersebut (menyerahkan petisi)," kata Shamdasani melalui surat elektronik, Selasa (29/1).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Saat bertemu Bachelet, Benny mengatakan bahwa di bawah pemerintahan Indonesia, warga Papua tak memiliki kebebasan berpendapat, berekspresi, dan berkumpul.

Dia juga menganggap satu-satunya cara untuk mendapatkan kebebasan itu adalah melalui petisinya tersebut.
Menurut Shamdasani, Bachelet kemudian mengatakan kepada Benny bahwa OHCHR sudah berkoordinasi dengan Indonesia mengenai masalah HAM di Papua, dan meminta akses ke pulau paling timur Indonesia tersebut.

"Indonesia sepakat untuk memberikan akses kepada kantor kami ke Papua dan kami menunggu konfirmasi terkait pengaturan tersebut," kata Shamdasani.

CNNIndonesia.com sudah meminta penjelasan kepada Kementerian Luar Negeri RI untuk mengetahui perkembangan proses pemberian akses PBB ke Papua, tapi belum mendapatkan respons.

Hingga berita ini dibuat, CNNIndonesia.com juga masih menunggu konfirmasi mengenai langkah PBB selanjutnya menanggapi petisi ini.
Kepala Staf Kepresidenan RI, Moeldoko, meyakini PBB tidak akan menggubris petisi yang diklaim sudah ditandatangani 1,8 juta orang itu karena menganggap badan internasional tersebut menghormati kedaulatan Indonesia.

"PBB pasti menghormati kedaulatan Indonesia," ujar Moeldoko di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (28/1) kemarin.

Menteri Pertahanan RI, Ryamizard Ryacudu, juga mengatakan penyerahan petisi sama sekali bukan masalah bagi Indonesia. Dia menekankan jika ada kelompok yang ingin memisahkan diri dari Indonesia maka harus berhadapan dengannya.

"Begini ya, apa pun ngomong segala macem, enggak boleh merdeka. Titik. Ya, kalau mereka berhadapan dengan pasti menteri pertahanan dulu dong, menteri pertahanan negara," ucapnya.
Ryamizard pun mengaku tak khawatir dengan klaim Benny soal ada 1,8 juta orang yang menandatangani petisi tersebut.

"Tidak masalah. Kita lebih banyak kok," ujar Ryamizard.

Sementara itu, Kepala Penerangan Komando Daerah Militer Cenderawasih, Muhammad Aidi, meragukan jumlah orang yang diklaim meneken petisi tersebut.

"Jumlah itu sangat tidak mendasar. Jumlah penduduk di Papua Barat 2,5 juta. Di Nduga saja 70 persen di antaranya masih hidup seperti di masa prasejarah, bahkan tidak punya data kependudukan. Bagaimana bisa ada 1,8 juta orang tanda tangan?" katanya kepada CNNIndonesia.com.

Muhammad menyebut "prasejarah" karena saat ini masih banyak masyarakat di Papua, khususnya di daerah pedalaman, belum mengenal baca tulis. Data kependudukan juga belum jelas, layaknya zaman prasejarah.

"Masyarakat hidup terpencar dan terisolasi tanpa sarana transportasi sehingga sulit dilaksanakan sensus penduduk. Bagaimana mungkin masih ada masyarakat yang buta huruf (Pra Sejarah) bisa tanda tangan?" kata Muhammad melalui pesan singkat. (has/ayp)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER