Jakarta, CNN Indonesia --
Maria Ressa, pemimpin redaksi media yang kerap mengkritik Presiden
Rodrigo Duterte, dibebaskan setelah memberikan jaminan 90 ribu peso Filipina atau setara Rp24,3 juta pada Jumat (29/3).
Inquirer melaporkan bahwa jaminan langsung diberikan tak lama setelah Ressa ditahan di Bandara Internasional Ninoy Aquino (NAIA) usai perjalanan dari California, Amerika Serikat.
Surat penangkapan Ressa dirilis oleh Hakim Acerey Pacheco dari Pengadilan Pasig. Dalam keterangannya, Pacheco menjelaskan bahwa Ressa dan sejumlah pejabat Rappler lainnya atas tuduhan melanggar undang-undang soal investasi.
Gugatan tersebut diajukan berdasarkan aduan dari Biro Investigasi Nasional Filipina (NBI) pada tahun lalu. Mereka menuding Rappler melanggar aturan karena mengeluarkan surat terkait saham kepada perusahaan asing, Omidyar Network Fund.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Undang-undang Filipina melarang pihak asing mengintervensi "aktivitas nasional" seperti operasi perusahaan media yang harus 100 persen di bawah kendali negara.
Namun, perwakilan dari Human Rights Watch, Carlos Conde, menganggap Ressa ditangkap untuk membungkam
Rappler yang terus mengkritik Duterte.
"Kasus Ressa ini belum pernah terjadi sebelumnya dan menunjukkan upaya kuat Duterte untuk menutup situs berita tersebut atas laporan kredibel dan konsistennya atas pemerintah," katanya.
Selama ini,
Rappler memang dikenal kerap menyuarakan kritik terhadap pemerintahan Presiden Rodrigo Duterte, terutama terkait kampanye anti-narkoba yang sudah menelan banyak korban tanpa proses peradilan jelas.
[Gambas:Video CNN]Ini bukan kali pertama Ressa ditahan. Februari lalu, Ressa ditahan atas tuduhan pencemaran nama baik di internet.
Sebelumnya, perempuan yang masuk daftar orang-orang berpengaruh pada 2018 versi majalah Time itu juga diadili karena Rappler dituding tidak membayar pajak saham pada 2015.
(has)