Jakarta, CNN Indonesia -- Kelompok garis keras penganut agama Buddha kemungkinan menjadi motor serangkaian serangan anti-Muslim yang terjadi di Sri Lanka pada pekan ini. Hal itu diungkap pemerintahan Sri Lanka seperti diutarakan
Reuters, Rabu (15/5).
Serangan anti-Muslim merupakan respons pada pengeboman Hari Paskah (21 April) di gereja dan hotel. Kejadian itu menewaskan lebih dari 250 orang dan membangkitkan perlawanan pada Muslim yang tergolong minoritas.
Serangan terjadi pada Minggu (12/5) di bagian Barat Daya Sri Lanka. Menurut kesaksian penduduk, massa merusak masjid, membakar Al-Quran, dan menyerang toko-toko dengan bom bensin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pihak berwenang telah menangkap 78 orang dicurigai terlibat serangan itu, termasuk tiga di antaranya yang dijabarkan sebagai ekstremis Sinhala Buddhist. Ketiganya pernah terlibat aksi serupa di sebuah kota di distrik Kandy pada tahun lalu.
"Ini adalah serangan terorganisasi pada bisnis, rumah, dan tempat Muslim," kata Navin Dissanayake Menteri Perkebunan Sri Lanka.
Dissanayake menyatakan organisasi serangan itu berhubungan dengan tiga ekstremis Buddhist yang ditangkap, yaitu Amith Weerasinghe, Dan Priyasad, and Namal Kumara. Menurut laporan media setempat, Priyasad telah dibebaskan dengan jaminan dan Weerasinghe tetap ditahan hingga 28 Mei. Sementara status Kumara belum jelas.
Di Sri Lanka penduduk Muslim hanya 10 persen dari total populasi 22 juta, Buddha merupakan agama terbesar. Pihak resmi menyatakan Sri Lanka telah tenang, tidak ada kekerasan anti-Muslim lagi yang dilaporkan terjadi pada Rabu (15/5).
(fea)