Jakarta, CNN Indonesia -- Lebih dari tiga dekade sejak insiden
Chernobyl meluluhlantakkan pemerintahan Soviet,
Rusia masih terus mengembangkan tenaga nuklir untuk menopang kehidupan.
Tepatnya 33 tahun setelah bencana tersebut, Rusia mulai mengembangkan tenaga nuklir untuk menjadi pembangkit listrik apung demi membantu wilayah-wilayah luar yang berdekatan dengan kutub, khususnya wilayah paling utara di negara ini.
Adalah Akademik Lomonosov, lembaga pertama yang bekerja sama dengan Rosatom untuk mengembangkan pembangkit listrik tenaga nuklir apung (FNPP) sebagai satu-satunya basis operasional
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rusia bekerjasama dengan Rosatom yang pertama kali mulai mengembangkan Floating Nuclear Power Plant (FNPP) sebagai satu-satunya basis operasional nuklir dengan menggunakan metode kapal tongkang mengapung yang rencananya akan ditambatkan di wilayah paling utara Rusia.
Pada pertengahan Juni kemarin,
CNNIndonesia.com berkesempatan bertemu dengan Kepala Departemen Keselamatan Nuklir Rosatom dari Akademik Lomonosov, Alexander Kukushin.
 Salah satu sudut di kapal FNPP Rusia. (CNN Indonesia/Tiara Sutari) |
Dia mengenalkan sejumlah teknologi tenaga nuklir yang akan dioperasionalkan di kapal besar yang telah dibangun hampir 90 persen itu.
"Kapal ini bisa menampung hingga 100 orang, tetapi
shift normal hanya mencakup 80 hingga 90 orang yang bertugas untuk menjalankan pabrik (jenis kerja nuklir di kapal)," kata Alexander di Murmansk, Rusia, saat mengenalkan sejumlah fasilitas yang ada di kapal tersebut.
Jika melongok ke bagian dalam kapal, fasilitas untuk karyawan di kapal ini terbilang cukup lengkap dan mewah, mulai kamar untuk perorangan, toilet bersih, tempat berolahraga seperti lapangan basket dan kolam renang, hingga arena istirahat yang dilengkapi mini bar.
Namun, kudapan di mini bar itu dipastikan tak mengandung alkohol karena dinilai bisa berpengaruh pada kinerja reaktor nuklir yang juga berada di dalam kapal.
Keselamatan Kerja dan LingkunganDengan berbagai fasilitas yang disediakan, Alexander mengaku pihaknya tak hanya ingin membuat pekerja yang nantinya akan bergelut sehari-hari di tongkang ini tak terjamin keselamatannya. Dia meyakinkan meskipun terapung di laut, tapi keselamatan selalu menjadi hal yang paling utama sejak kapal ini dirancang pada 2006 lalu.
"Keselamatan nuklir dari radiasi dan berbagai hal lainnya selalu menjadi prioritas utama. Baik itu di masa federasi Soviet, hingga sekarang federasi Rusia. Dari sudut pandang kami, kami kembangkan fasilitas nuklir tapi kami juga selalu kembangkan prinsip keselamatan di dalamnya. Bagi kami ini adalah instrumen keselamatan alami beserta sejumlah tingkat keselamatan khusus," kata dia.
Dalam kesempatan itu, Alexander juga menjelaskan bahwa FNPP ini sebenarnya berupa unit pembangkit listrik tenaga nuklir berkapasitas kecil meski pengerjaan dan pendanaannya cukup lama dan besar.
 FNPP ini sebenarnya merupakan unit pembangkit listrik tenaga nuklir berkapasitas kecil. (CNN Indonesia/Tiara Sutari) |
Ketika beroperasi dan mulai
online, tongkang ini hanya akan menghasilkan tenaga listrik dengan total daya sebesar 70 megawatt hingga 70 kilowatt.
Maka dia juga mengaku alasan utama pihaknya menambatkan FNPP ini di wilayah paling utara Rusia karena daerah tersebut termasuk sulit dijangkau, dan tak terlalu banyak penduduk, namun area tersebut kaya akan mineral dan tentu daerah tersebut mesti dikembangkan.
"Tak ada kota besar di sana. Tapi kaya mineral, maka daerah itu harus dikembangkan dengan jalan pertama yaitu menambatkan tongkang dan menghidupkan wilayah," katanya.
Oleh karena itu, ke depannya bukan tidak mungkin pembangkit listrik apung dengan daya hanya 70 megawatt ini akan berubah menjadi pembangkit listrik tenaga nuklir terbesar.
Ancaman kerusakanMeski diagung-agungkan, Alexander tidak menutup kemungkinan bencana dan hal buruk yang akan terjadi ketika mengoperasikan kapal FNPP ini, seperti ancaman topan atau tsunami.
Berbagai antisipasi dan uji coba pun telah dilakukan, apalagi jika sampai terjadi kerusakan akibat bencana bertubi-tubi di wilayah tempat tongkang ini tertambat.
"Kami sudah melakukan serangkaian uji coba," katanya.
 Tim sudah melakukan uji coba untuk mengantisipasi hal buruk yang bisa terjadi pada kapal. (CNN Indonesia/Tiara Sutari) |
Bencana memang bisa diantisipasi. Namun, Alexander mengakui bahwa kehilangan mineral laut berupa garam di tempat kapal ini beroperasi menjadi hal yang tak akan pernah bisa dihindari.
"Ya tentu saja unit daya apung dapat menghilangkan garam air, tetapi itu memang merupakan pilihan. (Kehilangan) garam itu mungkin terjadi," katanya.
Kini, kapal yang saat ini sedang dalam tahap pengerjaan itu masih tertambat di pinggir pantai Murmansk, Rusia. Rencananya kapal ini akan beroperasi sekaligus diresmikan pada 31 Desember 2019.
Rencananya, unit ini akan ditambatkan pertama kali di Kota Pevek, salah satu wilayah otonom federasi Rusia yang berjarak sekitar 5.600 kilometer dari Moskow.
Kota ini terletak di tepi laut Siberia Timur. Pevek memang terkenal sebagai kota pelabuhan terbesar di Rute Laut Utara dengan populasi kurang lebih 5.206 jiwa.
(tst/has)