Jakarta, CNN Indonesia -- Gambia meminta Mahkamah Internasional (International Court of Justice/ICJ) mendesak
Myanmar menghentikan genosida terhadap etnis minoritas Muslim
Rohingya.
Pernyataan itu diutarakan Gambia dalam sidang perdana audiensi terkait gugatan negara Afrika Barat terhadap Myanmar ke ICJ terkait dugaan pelanggaran HAM yang diterima etnis Rohingya di Negara Bagian Rakhine.
"Satu hal yang Gambia minta adalah Anda (hakim ICJ) perintahkan Myanmar untuk menghentikan pembunuhan tanpa dasar, menghentikan aksi barbar, menghentikan genosida terhadap rakyatnya sendiri," kata Menteri Kehakiman Gambia Abubaccar Tambadou di depan hakim ICJ di Den Haag, Belanda, Selasa (10/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, pemimpin de facto Myanmar, Penasihat Negara Aung San Suu Kyi, memimpin langsung tim kuasa hukum negaranya dalam sidang tersebut.
Dilansir
AFP, dengan pakaian tradisional Myanmar, Suu Kyi tiba di markas ICJ dengan rombongan delegasinya yang dikawal polisi.
Suu Kyi memasuki ruang sidang tanpa bicara sepatah kata pun kepada media.
Dalam sidang perdana ini, Gambia akan meminta ICJ membuat perintah darurat demi melindungi etnis Rohingya sambil menunggu keputusan apakah mahkamah tersebut akan melanjutkan kasus itu secara lebih luas.
Sebelumnya, Gambia memaparkan bahwa pihaknya mengajukan gugatan tersebut atas nama 57 negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), di mana Indonesia menjadi salah satu anggotanya.
[Gambas:Video CNN]Gambia mengadukan Myanmar ke ICJ atas tuduhan melanggar Konvensi Genosida PBB 1948 melalui operasi militer brutal yang menargetkan minoritas Rohingya di negara bagian Rakhine.
Myanmar terus menjadi sorotan dunia setelah krisis kemanusiaan yang menargetkan etnis Rohingya dan minoritas Muslim lainnya di Rakhine kembali memburuk pada pertengahan 2017 lalu.
Krisis kemanusiaan itu dipicu oleh operasi militer Myanmar yang ingin meringkus kelompok teroris pelaku penyerangan sejumlah pos keamanan di Rakhine.
Alih-alih menangkap teroris, militer Myanmar disebut malah mengusir, membunuh, hingga memperkosa warga Rohingya di Rakhine. Sejak itu, gelombang pengungsi Rohingya ke perbatasan Bangladesh terus meningkat.
Hingga kini diperkirakan masih ada 1 juta etnis Rohingya yang tinggal di kamp-kamp pengungsian di perbatasan Bangladesh seperti Cox's Bazar.
Ketua misi pencari fakta PBB di Myanmar, Marzuki Darusman, memperingatkan bahwa "ada risiko serius genosida berulang" di Rakhine pada Oktober lalu. Laporan terbarunya pada September lalu juga memaparkan bahwa Myanmar bertanggung jawab dalam forum hukum internasional atas dugaan genosida.
Meski begitu, Myanmar berkeras membantah seluruh tuduhan tersebut. Sejumlah kalangan dan pegiat hak asasi manusia juga mempertanyakan sikap Suu Kyi terkait Rohingya.
Bahkan beberapa lembaga memutuskan mencabut lagi gelar yang mereka berikan karena kecewa dengan sikap Suu Kyi dalam menangani krisis Rohingya.
(rds/dea)