Israel dan Uni Emirat Arab (UEA) sepakat berdamai. Keduanya setuju menjalin hubungan diplomatik dalam perjanjian yang ditengahi Amerika Serikat.
Israel dan UEA diketahui sudah sejak lama memelihara hubungan terselubung dan gagasan untuk meresmikannya muncul beberapa kali dalam setahun terakhir.
Dilansir The New York Times, lewat panggilan telepon pada Kamis (13/8) antara Presiden AS Donald Trump, Perdana Menteri Israel Netanyahu, dan Putra Mahkota Abu Dhabi Mohammed bin Zayed keputusan untuk membuat hubungan baru antara dua negara itu tercetus.
Israel dilaporkan setuju menghentikan upaya aneksasi wilayah Palestina. Komitmen tersebut tertuang di bawah perjanjian perdamaian antara ketiga negara.
Baik Israel maupun UEA, memuji langkah Trump karena memajukan posisi mereka di Washington dan berencana menggelar upacara penandatanganan di Gedung Putih dalam waktu sekitar tiga pekan mendatang.
"Ini adalah malam bersejarah. Hari ini, era baru dimulai dalam hubungan antara negara Israel dengan dunia Arab," ujar Netanyahu pada konferensi pers.
"Selama pertemuan dengan Presiden Trump dan Perdana Menteri Netanyahu, kesepakatan dicapai untuk menghentikan aneksasi Israel lebih lanjut atas wilayah Palestina," tulis Putra Mahkota UEA, Sheikh Mohammed bin Zayed Al-Nayhan dalam pertemuan tersebut, dicuitkan melalui akun Twitter, Kamis (13/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pernyataan bersama ketiga negara juga mengumumkan bahwa mereka telah "menyetujui normalisasi penuh hubungan antara Israel dan UEA".
Kesepakatan itu membuat UEA menjadi negara Arab ketiga yang menjalin hubungan diplomatik formal dengan Israel.
Presiden Dewan Hubungan Luar Negeri, Richard Haass mengatakan kepada AFP bahwa kesepakatan itu "merupakan tonggak penting dalam penerimaan Arab atas Israel di wilayah tersebut".
"Itu juga menjadi "rem aneksasi yang akan membahayakan perdamaian Israel dengan Yordania dan masa depan Israel sendiri sebagai negara Yahudi yang demokratis".
Delegasi Israel dan UEA akan bertemu dalam beberapa pekan mendatang untuk membahas investasi, pariwisata, penerbangan langsung, keamanan dan pendirian kedutaan.
Beberapa jam setelah kesepakatan diumumkan, bendera Emirat diproyeksikan di balai kota Tel Aviv.
Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi yang menandatangani perjanjian dengan Israel pada 1979, memuji kesepakatan tentang "penghentian pencaplokan Israel atas tanah Palestina" dan mengatakan dia berharap itu akan membawa "perdamaian".
Palestina sendiri dengan keras menolak kesepakatan itu dan menyebutnya sebagai "pengkhianatan" terhadap perjuangan mereka termasuk klaim atas Yerusalem sebagai ibu kota negara masa depan mereka.