Indonesia melewati tiga pekan presidensi di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) dengan membahas sejumlah agenda penting, termasuk konflik yang terjadi di Yaman, Suriah, Mali, dan Somalia.
"Selain memimpin berbagai pertemuan DK PBB untuk bulan ini, Indonesia juga terus memastikan agar posisi dan kepentingan Indonesia terkait isu-isu yang dibahas di DK dapat tercermin dalam setiap pembahasan," ujar Duta Besar DianTriansyah Djani, selaku Presiden DK PBB bulan Agustus, seperti dikutip dari situs Kementerian Luar Negeri RI, Sabtu (22/8).
Pada petemuan virtual mengenai Yaman, DK PBB menyepakati dukungan kepada Utusan Khusus Martin Griffiths dan meminta semua pihak dapat menyetujui usulan PBB untuk mencapai perdamaian berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terkait Suriah, anggota DK PBB menyampaikan dukungan atas rencana pertemuan Komite Konstitusional di Jenewa yang direncanakan diadakan pada 24 Agustus lalu dengan difasilitasi oleh Utusan Khusus untuk Suriah, Geir Pederson.
Menyusul terjadinya pemberontakan di Mali, DK PBB telah menyepakati pentingnya pengembalian supremasi hukum dan tatanan konstitusional di negara tersebut.
Selain itu, Djani menambahkan bahwa berbagai agenda juga akan dibahas seperti isu Palestina, ancaman terhadap perdamaian dan keamanan yang disebabkan oleh teroris, situasi di Irak, isu kemanusiaan di Suriah, Komite 1718 (korea Utara), dan sejumlah adopsi resolusi mengenai Misi Pemeliharaan Perdamaian PBB di Libanon (UNIFIL) dan Somalia (UNSOM), serta sanksi Mali.