Aksi demo di menolak kekerasan polisi di Yunani berujung kerusuhan antara pengunjuk rasa dan aparat.
Dilansir Reuters, Rabu (10/3), aksi unjuk rasa itu berlangsung di wilayah Nea Smyrni di pinggiran ibu kota Athena. Para demonstran yang berjumlah sekitar 5.000 orang menuntut keadilan setelah salah satu penduduk di daerah itu dianiaya polisi pada akhir pekan lalu.
Bentrokan pecah ketika polisi antihuru-hara menembakkan gas air mata untuk membubarkan kelompok pedemo yang dinilai menjadi provokator. Mereka beralasan kelompok itu menyerang polisi dengan bom molotov dan membakar tong sampah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bentrokan itu terjadi hingga malam hari. Dalam tayangan di stasiun televisi setempat terlihat seorang polisi tergeletak di jalan diduga terluka dalam bentrokan dengan massa.
Polisi yang tidak diketahui identitasnya itu lantas dilarikan ke rumah sakit.
Kerusuhan itu dipicu oleh peredaran video yang memperlihatkan seorang polisi memukuli seorang penduduk.
Kepolisian setempat saat ini tengah menyelidiki dugaan kekerasan terhadap penduduk. Namun, mereka beralasan polisi itu dikirim setelah mendapat laporan ada pelanggaran protokol kesehatan di tengah penerapan penguncian wilayah (lockdown) akibat pandemi virus corona.
Kelompok oposisi mengecam aksi kekerasan polisi yang terlihat di dalam video itu.
Lembaga Ombudsman Yunani menyatakan juga tengah mengusut kejadian itu. Di sisi lain, mereka mengatakan jumlah laporan kekerasan polisi yang diterima dalam beberapa pekan belakangan semakin meningkat.
Masyarakat dilaporkan semakin frustrasi akibat pembatasan bepergian yang menghambat kegiatan perekonomian akibat penerapan lockdown.
Dalam pidato yang disiarkan melalui stasiun televisi setempat, Perdana Menteri Yunani, Kyriakos Mitsotakis, mendesak kerusuhan diakhiri.
"Saya meminta kepada kaum muda untuk terus berkarya dan jangan merusak. Amarah tidak akan menyelesaikan masalah," kata Mitsotakis.
Aksi unjuk rasa di Yunani memang kerap berakhir rusuh. Kondisi itu terjadi di tengah situasi krisis ekonomi dan sosial di negara itu.
Sejumlah lembaga pemantau hak asasi manusia turut memprotes sikap represif aparat keamanan terhadap pedemo.
(ayp/ayp)