Kecam Junta Militer, Sinyal Retak Biksu Myanmar dan Penguasa

CNN Indonesia
Rabu, 17 Mar 2021 14:01 WIB
Ricuh demo anti kudeta Myanmar. (REUTERS/STRINGER)
Jakarta, CNN Indonesia --

Kelompok paling berpengaruh biksu Buddha Myanmar meminta junta militer berhenti melakukan kekerasan terhadap pengunjuk rasa. Hal itu dinilai sebagai tanda keretakan hubungan dengan penguasa.

Dalam kecamannya yang paling kentara, kelompok biksu Komite Sahgha Maha Nayaka (Mahana) meminta junta militer menghentikan tindakan keras terhadap pengunjuk rasa. Kecaman itu tertuang dalam draft pernyataan sikap Mahana.

Sikap Mahana menandakan adanya keretakan hubungan dengan pihak penguasa, yang biasanya bekerja sama dengan pemerintah. Diketahui Komite Mahana merupakan badan yang dibentuk pemerintah.

Mahana berencana mengeluarkan pernyataan akhir selepas berkonsultasi dengan menteri urusan agama besok, Kamis (18/3). Hal itu disampaikan oleh seorang biksu yang menghadiri pertemuan Komite Mahana, seperti dilansir dari Myanmar Now.

Namun anggota Mahana tak menjawab saat dihubungi Reuters.

Sebelumnya, pada tahun 2007, para biksu berada di garis terdepan dalam "Revolusi Saffron" untuk melawan junta yang saat itu tengah berkuasa di Myanmar. Hal tersebut dinilai sebagai pemberontakan yang membantu membuka jalan bagi reformasi demokrasi.

Di Myanmar aksi menolak kudeta terus berlangsung dan korban tewas semakin banyak. Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) mencatat total korban mencapai lebih dari 180 orang.

Junta militer memutus akses internet di Myanmar sehingga menyulitkan verifikasi informasi dan hanya sedikit warga Myanmar yang memiliki akses ke WiFi. Tak hanya itu, junta juga memberlakukan darurat militer di sejumlah wilayah, di antaranya Yangon dan Mandalay.

Jika kekacauan di Myanmar tak kunjung henti, bahan pangan dan bahan bakar terus melonjak sehingga memicu kelaparan.

Lembaga Program Pangan Dunia (WFP) mengatakan harga pangan mengalami kenaikan selama gelombang unjuk rasa. Minyak sawit naik 20 persen, beras naik 4 persen di daerah Yangon.

Direktur WFP Stephen Anderson mengatakan tanda-tanda itu meresahkan.

"Setelah mengatasi pandemi Covid-19, jika tren harga ini terus berlanjut, hal itu akan sangat merusak kemampuan orang yang paling miskin dan paling rentan untuk menyediakan makanan yang cukup bagi keluarga mereka," ujarnya dikutip dari Reuters, Selasa (16/3).

Sementara harga bahan bakar melonjak hingga 15 persen di seluruh Myanmar. Hal itu memicu kekhawatiran akan berdampak pada harga pangan.

"Kenaikan harga pangan dan bahan bakar ini diperparah oleh hampir lumpuhnya sektor perbankan, perlambatan pengiriman uang, dan batasan luas pada ketersediaan uang tunai," demikian isi pernyataan WFP.

(isa/dea)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK