Pemerintah China menyatakan alasan 200 kapal nelayan melego jangkar di kawasan gugus karang Whitsun di Laut China Selatan dekat Filipina akibat cuaca buruk.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Hua Chunying, dalam jumpa pers di Beijing pada Senin (22/3) kemarin mengatakan gugus karang Whitsun adalah bagian dari Kepulauan Spratly yang diklaim sebagai wilayah kedaulatan pemerintah China.
"Karena cuaca buruk di laut, sejumlah kapal nelayan China berlindung di gugus karang Whitsun. Saya pikir hal seperti itu wajar dan saya berharap seluruh pihak bisa memahaminya secara rasional," kata Hua, seperti dilansir Associated Press.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pemerintah Filipina memprotes keberadaan 200 kapal nelayan China di kawasan itu. Menteri Pertahanan Filipina, Delfin Lorenzana, mengatakan kondisi itu sama dengan menerobos wilayah mereka dan meminta supaya seluruh kapal itu segera pergi.
Menurut Lorenzana, keberadaan kapal-kapal nelayan China itu merupakan bentuk provokasi.
Menteri Luar Negeri Filipina, Teodoro Locsin, menyatakan mereka sudah melayangkan nota protes diplomatik kepada pemerintah China atas kejadian itu.
Wilayah gugus karang itu berada pada jarak 175 mil laut, atau sekitar 324 kilometer dari Kota Bataraza, Provinsi Palawan, Filipina. Pemerintah Filipina menyebut wilayah gugus karang berbentuk bumerang itu dengan nama Julian Felipe.
China dan Filipina kerap berselisih mengenai eksplorasi di Laut China Selatan.
Para nelayan China kerap mengambil ikan di wilayah perairan dekat Filipina, dan terkadang dikawal oleh kapal penjaga pantai.
Filipina menuduh nelayan China menangkap ikan secara berlebihan di perairan itu dan merusak ekosistem bawah laut. Selain itu, ekspansi militer China yang membangun pangkalan militer dengan cara reklamasi di tengah perairan itu dinilai turut mempercepat kerusakan habitat biota laut.
China juga mengklaim menguasai seluruh Laut China Selatan dan tidak mengakui putusan Mahkamah Internasional pada 2016 tentang sengketa itu. Mereka mengklaim berhak atas seluruh wilayah perairan itu berdasarkan klaim sejarah, yakni nenek moyang mereka melaut hingga ke perairan itu.
Kondisi itu membuat situasi di Laut China Selatan saat ini semakin panas dan sangat rawan konflik terbuka. Apalagi kini Amerika Serikat ikut campur dalam perselisihan itu selain sejumlah negara Asia Tenggara yang bersengketa dengan China, yakni Filipina, Vietnam, Malaysia dan Brunei Darussalam.
(ayp/ayp)