Rencana pemerintahan Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson, tidak mewajibkan penggunaan masker saat melonggarkan penguncian wilayah (lockdown) pandemi virus corona (Covid-19) dikritik keras oleh serikat tenaga kesehatan setempat.
Menurut serikat tenaga kesehatan, ancaman Covid-19 belum bisa ditekan dan masih sangat membahayakan masyarakat.
"Anjuran bagi masyarakat untuk berhenti penggunaan masker, apalagi ketika berada di dalam transportasi umum sangat tidak masuk akal," kata Ketua Dewan Perhimpunan Kesehatan Inggris, Chaand Nagpaul, seperti dilansir Reuters, Senin (5/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Usulan menghentikan penggunaan masker disampaikan oleh Menteri Perumahan Inggris, Robert Jenrick. Dia mengatakan masker tidak lagi diwajibkan setelah lockdown dilonggarkan.
"Saya mengkritik masker mengenakan masker sebagai keputusan pribadi. Mohon diingat penggunaan masker saat berada di luar ruangan bukan hanya melindungi diri pengguna tetapi juga orang sekitar," ujar Nagpaul.
Lockdown di Inggris akan berakhir pada 19 Juli mendatang. Namun, pemerintah setempat berharap rumusan akhir pelonggaran penguncian wilayah akan selesai pada 12 Juli mendatang.
Nagpaul beberapa waktu lalu mengatakan tetap meminta pemerintah memberlakukan protokol kesehatan di tengah masyarakat, yakni mengenakan masker, menghindari kerumunan, membatasi bepergian, mencuci tangan dan menjaga jarak.
Johnson juga meminta para penduduknya mulai belajar hidup berdampingan dengan virus corona (Covid-19). Namun, dia mengingatkan virus itu tetap menjadi ancaman.
"Saat kita mulai belajar hidup berdampingan dengan virus ini, kita harus tetap berhati-hati dalam menangani risiko Covid-19 dan melatih diri untuk mengambil keputusan yang menyangkut kehidupan kita. Namun, saya menekankan pandemi belum berakhir dan kemungkinan akan terjadi kenaikan kasus dalam beberapa pekan mendatang," kata Johnson dalam jumpa pers di London.
Johnson semula berencana membuka kembali perbatasan dan mencabut pembatasan pergerakan sepenuhnya pada 21 Juni lalu. Namun, rencana itu tertunda karena lonjakan varian Delta virus corona yang lebih menular.
Mutasi baru corona yang pertama kali terdeteksi di India itu telah menyebar di Inggris dan mendominasi kasus Covid-19 baru di negara Eropa tersebut.
Meski begitu, tingkat vaksinasi di Inggris cukup tinggi. Menurut data 84 persen penduduk dewasa di negara itu sudah satu kali disuntik vaksin corona. Sedangkan yang sudah menjalani dua kali suntik vaksin mencapai 64 persen penduduk.
(ayp/ayp)