Kelompok Taliban menolak gencatan senjata dengan pasukan pemerintah Afghanistan menjelang perayaan Iduladha pada Selasa (20/7).
Juru Bicara Taliban, Mohammad Naeem, menyampaikan sikap Taliban ini dalam pertemuan dengan pemerintah Afghanistan di Doha, Qatar, pada akhir pekan lalu.
Sebelum pertemuan terakhir, Taliban sempat menunjukkan gelagat bersedia melakukan gencatan senjata asal Afghanistan membebaskan 7.000 anggota mereka yang ditahan. Kelompok itu juga ingin nama para pemimpinnya dihapus dari daftar sanksi PBB.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di sisi lain, pemerintah Afghanistan ragu menerima gagasan itu sebagai jalan keluar setelah melihat sebanyak 5.000 pasukan Taliban yang sebelumnya dibebaskan ternyata kembali ke medan perang.
Berdasarkan draf kesepakatan itu, baik Taliban maupun pemerintah Afghanistan berjanji akan melindungi kehidupan sipil, infrastruktur, dan layanan di Afghanistan jika gencatan senjata tercapai.
Ketika gencatan senjata tak tercapai, Taliban diperkirakan bakal terus menyerang. Mereka mulai meningkatkan frekuensi serangannya setelah AS dan NATO memutuskan untuk menarik pasukan dari Afghanistan.
Taliban bahkan mengklaim sudah mengambil alih 85 persen wilayah Afghanistan, termasuk jalur perlintasan di perbatasan dengan beberapa negara. Sejumlah pasukan Afghanistan pun kocar-kacir ketika Taliban menyerang.
Para warga yang daerah tempat tinggalnya dikuasai Taliban pun langsung angkat kaki demi menghindari kekerasan kelompok tersebut, termasuk ke Pakistan dan Tajikistan.
Dengan gelombang pengungsi baru ini, badan pengungsi Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) melaporkan bahwa diperkirakan sekitar 270 ribu warga Afghanistan mengungsi sejak Januari lalu.
Angka itu menjadikan total jumlah warga Afghanistan yang meninggalkan rumah mereka mencapai lebih dari 3,5 juta.
(isa/has)