Puluhan siswi sekolah asrama putri swasta di Afghanistan terpaksa melarikan diri ke Rwanda, Afrika, demi bisa tetap bersekolah setelah Taliban kembali menguasai negara di Asia Selatan tersebut.
Pendiri School of Ledership Afghanistan (SOLA), Shabana Basij-Rasikh, menuturkan total sekitar 250 orang termasuk siswi remaja, staf pengajar, dan anggota keluarga mereka akan pindah ke Rwanda.
Basij-Rasikh mengatakan para murid SOLA akan berada di negara Afrika Timur tersebut selama beberapa bulan agar dapat melanjutkan pendidikan mereka.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Semua orang sedang dalam perjalanan melalui Qatar ke Rwanda di mana kami bermaksud untuk memulai satu semester di luar negeri untuk seluruh murid kami," kata Basij-Rasikh melalui kicauan di Twitter pada Selasa (24/8).
SOLA merupakan satu-satunya sekolah asrama putri di Afghanistan. Sekolah tersebut dikelola oleh swasta.
Basij-Rasikh mengatakan mereka berharap dapat segera pulang ketika situasi kembali kondusif dan aman bagi para muridnya untuk tetap bersekolah.
"Ketika keadaan di lapangan mengizinkan, kami berharap bisa pulang ke Afghanistan," ucap Basij-Rasikh.
Sejak kejatuhan Afghanistan ke tangan Taliban, banyak masyarakat yang khawatir terkait masa depan dan keamanan mereka, terutama kaum perempuan.
Sebab, ketika Taliban berkuasa pada 1996-2001, kelompok itu menerapkan kebijakan yang sangat konservatif bahkan membatasi hak-hak perempuan dan tak jarang brutal terhadap mereka.
Saat itu, kaum perempuan dilarang sekolah dan meniti karir, bepergian tanpa wali laki-laki, hingga diwajibkan menggunakan pakaian burkak yang menutupi seluruh tubuh.
Taliban tak jarang menghukum perempuan yang dinilai menyalahi aturan mereka.
Meski Taliban telah berjanji akan memerintah dengan lebih terbuka dan melindungi hak perempuan, sebagian masyarakat Afghanistan masih merasa tak aman hidup di bawah kepemimpinan mereka.
Basij-Rasikh mengatakan dia bahkan segera membakar catatan pendidikan murid-muridnya sebagai upaya melindungi mereka dan keluarganya.
Lihat Juga : |
"Siswi saya, kolega, dan saya aman, tetapi sekarang banyak yang tidak atau semakin merasa tidak aman. Perasaan saya hancur sekali terkait para murid saya," kata Basij-Rasikh di Twitter.
Sementara itu, di Kigali, juru bicara pemerintah Rwanda, Yolande Makolo, membenarkan kabar bahwa pemerintah akan kedatangan murid SOLA.
"Kami menyambut komunitas SOLA ke Rwanda. Kami menghormati permintaan privasi mereka sehingga tidak akan ada komentar lebih lanjut saat ini," ucap Makolo kepada AFP.
Selain Rwanda, Uganda juga tengah mempertimbangkan permintaan Amerika Serikat untuk menerima pengungsi Afghanistan.
Dalam laporan media lokal yang belum dikonfirmasi pekan lalu memaparkan bahwa Kampala telah setuju menampung sekitar 2.000 warga Afghanistan.