AS-China Saling Tuduh Suka 'Bully' Negara Lain
Amerika Serikat dan China belakangan ini terlihat saling menuduh melakukan intimidasi atau gertakan terhadap negara-negara lain.
Wakil Presiden Amerika Serikat, Kamala Harris, kembali meluncurkan serangan dengan menuduh China melakukan intimidasi terhadap negara di Asia Tenggara, terutama terkait Laut China Selatan.
"Kita perlu menemukan cara untuk menekan, meningkatkan tekanan pada Beijing untuk mematuhi konvensi PBB tentang Hukum Laut, dan untuk menantang, intimidasi dan klaim maritim yang berlebihan," ujar Harris saat bertemu dengan Presiden Vietnam, Nguyen Xuan Phuc, dikutip Reuters, Rabu (25/8).
Sebelumnya, Harris juga menuduh China melakukan pemaksaan hingga intimidasi untuk mendukung klaim sepihaknya di wilayah yang menjadi sengketa, Laut China Selatan (LCS).
"Kami tahu bahwa Beijing terus memaksa dan mengintimidasi, dan mengklaim sebagian besar wilayah Laut China Selatan," kata Harris dalam pidatonya saat melakukan lawatan ke Singapura, sehari sebelum ke Vietnam.
Ia juga menegaskan klaim China telah ditolak Pengadilan Arbitrase 2016. Namun, kata Harris, China tetap mengabaikan aturan dan mengancam kedaulatan negara.
China mengklaim sekitar 90 persen wilayah yang disengketakan di LCS. Kawasan itu berisi gas bumi dan sumber daya laut yang melimpah.
Negara itu juga mendirikan pos-pos militer di pulau-pulau buatan di LCS dan menolak kapal perang asing yang berlayar melalui perairan tersebut.
China kemudian merespons tuduhan Harris dengan menyebut penarikan pasukan AS dari Afghanistan merupakan kebijakan yang egois.
"AS bisa sembarangan melakukan intervensi militer di negara berdaulat dan tak perlu bertanggung jawab atas penderitaan rakyat di negara itu," ucap Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Wang Wenbin.
Salah satu media milik pemerintah China, China Daily, juga turut menanggapi komentar Harris. Pidato Harris di Singapura, bagi China tak berdasar.
"Harris dengan sengaja mengabaikan kemunafikannya dalam usahanya mencoba memaksa dan mengintimidasi negara-negara regional untuk bergabung dengan Washington menahan pengaruh China," tulis China Daily.
Harris diketahui mengunjungi beberapa negara Asia Tenggara pada pekan ini. Ia tiba di Singapura pada hari Minggu (22/8) dan menghabiskan dua hari di negara itu.
Wapres AS itu kemudian melanjutkan perjalanan ke Vietnam. Perjalanannya sempat tertunda karena Kedutaan Besar AS di Vietnam mendeteksi gejala yang berpotensi terkait dengan Sindrom Havana.
Gejala sindrom Havana di antaranya pusing, mual, migrain, dan kehilangan ingatan.
Selama penundaan, Perdana Menteri Vietnam, Pham Minh Chinh, dan duta besar China untuk Vietnam mengadakan pertemuan yang sebelumnya tidak diumumkan. Chinh mengatakan Vietnam tidak memihak dalam kebijakan luar negerinya.
China adalah mitra dagang terbesar Vietnam. Negara ini sangat bergantung di sektor manufaktur seperti bahan dan peralatan dari China.
Namun, Vietnam dan China terlibat perselisihan mengenai klaim maritim di Laut China Selatan, yang dikenal sebagai Laut Timur di Vietnam.
Ketegangan itu mendorong Vietnam menjadi salah satu penentang paling vokal atas klaim Beijing di wilayah tersebut.
Sementara itu, hubungan Vietnam dengan AS semakin dekat setelah Perang Vietnam berakhir pada 1975.
Pengamat mengatakan Vietnam ingin meningkatkan hubungan diplomatiknya dengan menjadikan AS "mitra strategis." Namun, mereka juga khawatir langkah seperti itu akan membuat Beijing geram.
(isa/has)