Pengadilan China Tegur Budaya Kerja Ekstrem di Perusahaan
Mahkamah Agung (MA) China mengecam praktik kerja ekploitatif di perusahaan-perusahaan yang dikenal sebagai '996', yakni bekerja dari pukul 9.00 sampai 21.00 selama enam hari per pekan.
Praktik 'gila' kerja ini disebut sebagai praktik umum di antara perusahaan teknologi besar, start-up, dan bisnis swasta lainnya.
"Baru-baru ini, kerja lembur ekstrem di beberapa industri telah mendapat perhatian luas," tulis Mahkamah Agung China dalam pernyataannya, yang dikeluarkan bersama Kementerian Sumber Daya Manusia dan Jaminan Sosial, seperti dikutip dari CNN Business, Sabtu (28/8).
MA China juga menambahkan bahwa pekerja berhak mendapatkan jatah istirahat dan liburan. "Mematuhi sistem jam kerja nasional adalah kewajiban hukum pengusaha," tulis pengadilan.
Pengadilan menyebut berbagai perusahaan yang menerapkan sistem kerja 996 telah melanggar UU dengan memperpanjang batas jam kerja sah.
Tanpa menyebut secara detil identitasnya, MA menyebut beberapa contoh perusahaan yang melanggar aturan perburuhan, termasuk perusahaan kurir yang meminta para karyawannya untuk bekerja secara 996.
Lihat Juga : |
Memberitahu karyawan untuk bekerja seperti itu, kata pengadilan, "telah melanggar undang-undang tentang perpanjangan batas atas jam kerja dan harus dianggap tidak sah".
Reaksi publik terhadap budaya kerja berlebihan bukanlah hal baru. Salah satu pendiri Alibaba, Jack Ma, misalnya, dikecam keras di China dua tahun lalu setelah ia menyebut budaya 996 sebagai 'berkah besar.
Sebagai informasi, undang-undang perburuhan China melarang karyawan bekerja dengan durasi sepanjang itu.
Dekret atau putusan terbaru dari Pengadilan itu datang ketika Beijing memulai tindakan keras secara besar-besaran terhadap swasta, berupa peraturan dan denda baru, untuk mengurangi pengaruh perusahaan-perusahaan itu.
Selain itu, tindakan keras telah diambil oleh Presiden Xi Jinping dan pejabat tinggi lainnya guna mengatasi risiko keamanan data dan ketidaksetaraan dalam pendidikan, juga untuk mencegah ketidakstabilan sosial.
"Tidak ada yang salah dengan menganjurkan bekerja keras, tetapi ini tidak bisa menjadi tameng bagi pemberi kerja untuk menghindari tanggung jawab hukum [mereka]," tulis pengadilan.
(wel/arh)