Kelompok oposisi anti-Taliban, Front Perlawanan Nasional Afghanistan (NRF) mengatakan siap melakukan pembicaraan dengan Taliban guna mengakhiri pertempuran di Provinsi Panjshir.
"NRF pada prinsipnya setuju menyelesaikan masalah saat ini, dan segera mengakhiri pertempuran dan melanjutkan negosiasi," kata Ketua NRF, Ahmad Massoud di halaman Facebooknya, seperti dilansir Reuters, Minggu (5/9).
NRF bersedia menghentikan pertempuran, jika Taliban juga tak melakukan serangan di wilayah Lembah Panjshir.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Untuk mencapai perdamaian abadi, NRF siap menghentikan pertempuran dengan syarat Taliban juga menghentikan serangan dan gerakan militer mereka di Panjhsir dan Andarab," lanjut Massoud.
Pernyataan NRF muncul usai mendapat usulan dari para ulama agar kedua belah pihak melakukan negosiasi untuk mengakhiri pertempuran.
Sebelumnya, media lokal Afghanistan melaporkan para ulama juga meminta Taliban untuk menerima negosiasi. Namun, sejauh ini belum ada tanggapan dari kelompok tersebut.
Lihat Juga :![]() KILAS INTERNASIONAL Negara-negara Lirik Taliban hingga Pasukan Panjshir Bertahan |
Pertemuan besar dari semua pihak bisa digelar dengan melibatkan majelis ulama, kata Massoud.
Kemarin, Minggu (5/9) Juru Bicara NRF, Fahim Dashti tewas. Ia merupakan aset kekuatan aliansi utara, saat Taliban menekan mereka.
Sementara, Juru bicara Taliban, Bilal Karimi, mengatakan pasukan mereka berhasil merangsek ke ibukota provinsi Panjshir, Bazarak, dan menyita sejumlah senjata dan amunisi.
NRF lalu mengeluarkan pernyataan yang menantang dan telah bersumpah bahwa perlawanan terus berlanjut.
Sebelumnya, Massoud juga telah menyerukan negosiasi sebelum pertempuran meletus.
Beberapa upaya pembicaraan diadakan, namun tak menuai hasil. Masing-masing pihak saling menyalahkan atas apa yang terjadi.
Pertempuran Panjshir menjadi contoh paling kentara terhadap upaya melawan Taliban.
Perlawanan lainnya, terlihat dari sejumlah aksi protes yang digelar sekelompok orang menuntut hak-hak perempuan, atau membela Afghanistan di berbagai kota.
Taliban telah menguasai Afghanistan sejak 15 Agustus lalu. Kini, mereka sibuk menyusun pemerintahan baru.
Kelompok itu mengaku akan berbeda dari pemerintahan pada 1996-2001 yang terkenal otoriter. Kali ini, mereka mengklaim akan menjalankan roda pemerintahan yang terbuka dan inklusif, yang akan melibatkan perempuan.
Sejumlah nama-nama pejabat di posisi menteri memang sudah mencuat ke publik, namun mereka masih belum meresmikannya. Terlebih kondisi di negara itu yang belum stabil usai pengambilalihan kekuasaan.
Bahkan, militer AS memperingatkan adanya kemungkinan perang sipil dan pertumbuhan kelompok teroris, jika Taliban tak bisa mengonsolidasikan kekuasaannya.