Abdul Qadeer Khan, Bapak Nuklir Pakistan Dianggap Pemberontak

CNN Indonesia
Minggu, 10 Okt 2021 17:08 WIB
Abdul Qadeer Khan, bapak Nuklir Pakistan wafat di usia ke-85 tahun. (Foto: AP/Anonymous)
Jakarta, CNN Indonesia --

Abdul Qadeer Khan tengah menjadi perbincangan. Bukan karena temuan baru atau program yang ia rancang, melainkan karena baru saja meninggal dunia pada usia 85 tahun.

Kepergiannya seperti membuat Pakistan kehilangan ikon, mengingat Khan merupakan pendiri program senjata nuklir di negara dengan penduduk mayoritas Islam itu. Tak heran ia dijuluki Bapak Nuklir Pakistan.

Khan sejatinya tidak lahir di Pakistan. Ia lahir di India pada 1 April 1936 kemudian memutuskan untuk bermigrasi ke Pakistan pada tahun 1952 karena reservasi politik dan kekerasan agama di Negeri Barat itu.

Pada tahun 1956 Khan mulai bekerja di Karachi Metropolitan Corporation yang merupakan bagian dari pemerintah kota. Ia kemudian mendapat beasiswa untuk mempelajari ilmu material di Universitas Teknik di Berlin Barat 1961.

Mengutip berbagai sumber, selama pembelajaran itu Khan unggul dalam bidang metalurgi. Pada tahun 1965 ia pindah ke Universitas Teknologi Delft dan memperoleh gelar insinyur di bidang teknologi material pada tahun 1967.

Pendidikan Khan tidak berhenti sampai di sana. Setelah mendapat gelar bergengsi itu ia melanjutkan program doktoral dalam bidang teknik metalurgi di Katholieke Universiteit Leuven di Belgia. Di universita inilah ia memperoleh gelar doktor pada tahun 1972.

Dua tahun berselang ia diajak oleh Perdana Menteri Zulfikar Ali Bhutto bergabung dalam proyek Pakistan Atomic Energy Commission (PAEC) untuk mengembangkan senjata nuklir. Ia dianggap sangat berperan dalam mendirikan program senjata nuklir Pakistan.

Capaiannya diakui oleh warga pakistan dan dan dipertegas oleh Perdana Menteri Imran Khan. Melalui Twitter, Imran menyatakan bahwa Khan dicintai oleh bangsanya karena kontribusi yang sangat penting dalam menjadikan Pakistan sebagai negara bersenjata nuklir.

Namun, ia dibenci negara-negara lain setelah dituduh menyelundupkan teknologi nuklir ke Iran, Korea Utara, dan Libya. Bahkan Khan dinyatakan sebagai pusat pasar gelap atom global oleh Badan Energi Atom Internasional.

Kemudian pada tahun 2004 silam Khan mengakui tindakan yang dibenci banyak negara itu. Setelah pengakuan itu ia merasa telah menyelamatkan negaranya sebanyak dua kali.

"Saya menyelamatkan negara untuk pertama kali ketika menjadi Pakistan sebagai negara (bersenjata) nuklir dan menyelamatkannya lagi ketika saya mengaku dan menyalahkan diri saya sendiri," kata Khan pada AFP dalam wawancara pada 2008.

Setelah itu Khan diampuni oleh pemimpin militer Pakistan Pervez Musharraf. Khan kemudian dijadikan sebagai tahanan rumah selama lima tahun, namun ia tetap diawasi pihak berwenang setelah bebas dari tahanan.

Meski demikian, Khan tetap dipuji sebagai pahlawan nasional atas capaian menjadikan Pakistan sebagai negara Islam bersenjata nuklir pertama. Namun, ia dianggap pemberontak oleh Barat karena berbagi teknologi dengan negara 'nakal' bersenjata nuklir.

Sebelumnya, Khan meninggal dunia di rumah Rumah Sakit KRL, Islamabad, karena mengidap Covid-19. Mengutip AFP, Minggu (10/10), Khan meninggal setelah dipindahkan ke rumah sakit tersebut karena paru-parunya bermasalah.

Khan yang menghabiskan tahun-tahun terakhirnya dengan pengawasan yang cukup ketat menjalani perawatan akibat Covid-19 sejak Agustus. Ia sempat diizinkan pulang namun kondisinya memburuk hingga kembali dirawat di rumah sakit.

(adp/adp/mik)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK