China Tunjuk Atlet Uighur Nyalakan Obor Olimpiade Beijing

China menunjuk atlet Uighur menjadi salah satu pembawa obor dalam upacara pembukaan Olimpiade Musim Dingin Beijing 2022.

Penunjukkan atlet Uighur ini dilakukan ketika China terus dituduh melakukan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terhadap etnis minoritas Uighur dan Muslim lainnya di Xinjiang. 

Lihat Juga : Xi Jinping Dukung Putin, Sindir AS soal Ekspansi NATO ke Dekat Rusia

Pada Olimpiade Beijing yang digelar Jumat (4/2), China menunjuk dua atlet untuk menyalakan obor yang menjadi simbol dimulainya Olimpiade. Salah satu atlet tersebut bernama Dinigeer Yilamujiang, yang belakangan diketahui merupakan seorang warga Uighur.

Yilamujiang adalah peraih medali ski lintas negara China pertama di acara Federasi Ski Internasional. Ia merupakan keturunan asli Xinjiang yang kini berusia 20 tahun.

Penunjukkan Yilamujiang sebagai salah satu pembawa obor dianggap menjadi jawaban China atas segala tudingan sejumlah negara terkait pelanggaran HAM yang dilakukannya pada kelompok minoritas di negara itu.

Terkait hal ini, Direktur Editorial Forum Ekonomi Baru Bloomberg, yang juga merupakan pakar China, menilai tindakan China itu merupakan balasan terhadap Amerika Serikat dan sekutunya yang memboikot diplomatik Olimpiade Beijing.

"Ini adalah balasan kepada Presiden Joe Biden karena melewatkan Olimpiade ini dan juga merupakan pesan ke Barat bahwa China tidak akan diajari soal hak asasi manusia, atau masalah lainnya," kata Andy Browne seperti dikutip dari NBC News, Sabtu (5/2).

Diketahui, menjelang kompetisi, sejumlah kelompok hak asasi manusia dan pemerintah Barat mengecam tindakan China yang diyakini melanggar HAM kaum minoritas muslim di Beijing.

China dikecam atas penahanan sekitar satu juta warga minoritas muslim Uighur. Dalam penahanan tersebut, para warga mengaku mendapat tindakan represif dan penyiksaan dari otoritas.

Namun demikian, otoritas China menyangkal tuduhan tersebut. Pihaknya menyatakan bahwa tindakan mereka semata-mata ditujukan untuk membasmi terorisme.

Lihat Juga : 6 Pemimpin ISIS dan Al-Qaeda yang Tewas oleh Pasukan AS

Pada Desember, Gedung Putih mengumumkan boikot diplomatik Olimpiade menyusul laporan pelanggaran HAM China pada sejumlah warga muslim di negara itu. Beberapa negara lainnya antara lain Australia, Inggris, dan Kanada juga dikabarkan turut memboikot China.

Saat ditanya tentang Uighur, Presiden Komite Olimpiade Internasional Thomas Bach mengatakan mereka tidak akan mengomentari masalah politik apapun. Sebab menurutnya, hal itu hanya akan menempatkan Olimpiade dalam risiko.

"Jika pada akhirnya, Anda akan memiliki Olimpiade hanya di antara Komite Olimpiade Nasional yang disetujui oleh pemerintah dalam setiap situasi politik, maka Olimpiade akan kehilangan universalitas mereka dan dengan universalitas, mereka akan kehilangan misi mereka," katanya.