Partai Capres Prancis yang Mau Larang Hijab Disebut Dekat dengan Putin
Partai calon presiden Prancis yang berjanji bakal melarang penggunaan hijab jika menang, Marine Le Pen, disebut-sebut dekat dengan Presiden Rusia, Vladimir Putin.
Tudingan ini dilontarkan oleh pengkritik Putin yang kini sedang mendekam di penjara, Alexei Navalny, pada Rabu (20/4).
Navalny menuding, partai tempat Le Pen bernaung, National Rally, menerima pinjaman senilai 9 juta euro dari First Czech-Russian Bank yang ia sebut sebagai "tempat Putin mencuci uang."
Ia pun menuduh National Rally "main belakang" dengan pemerintahan Putin untuk mendapatkan keuntungan politik.
"Saya yakin bahwa negosiasi antara orang-orang ini dan kesepakatan di antara mereka termasuk kesepakatan politik bawah tanah," kata Navalny melalui Twitter, sebagaimana dikutip AFP.
Ia kemudian menulis, "Ini adalah korupsi. Ini adalah upaya menjual pengaruh politik kepada Putin."
Berangkat dari tudingan-tudingan ini, Navalny menyerukan agar warga Prancis memilih rival Le Pen, Emmanuel Macron, dalam pemilihan presiden putaran kedua yang bakal digelar akhir pekan ini.
"Tanpa ragu, saya mendorong rakyat Prancis untuk memilih Emmanuel Macron pada 24 April," tulis Navalny.
Navalny mengaku sangat peduli dengan Prancis. Menurutnya, beberapa aspek dalam hidupnya sangat dekat dengan negara itu.
"Saya dipenjara karena aduan kriminal dari perusahaan Prancis," kata Navalny, merujuk pada perusahaan kosmetik Prancis, Yves Rocher.
Pada 2014, pengadilan Rusia memang menyatakan Navalny bersalah dalam kasus penipuan terhadap anak perusahaan Yves Rocher di Rusia.
Namun, Mahkamah HAM Eropa menyatakan bahwa keputusan pengadilan tersebut "sewenang-wenang."
Banyak pihak menganggap hukuman tersebut bersifat politis demi membungkam kritikus Putin di dalam negeri.
Sementara itu, Le Pen sendiri saat ini sedang menjadi sorotan karena sejumlah janji politiknya yang dianggap kontroversial, salah satunya larangan hijab jika ia terpilih kelak.
Selama ini, Le Pen memang dikenal sebagai politikus kontroversial. Ia berasal dari keluarga sayap kanan pertama di Prancis.
Ayahnya, Jean-Marie Le Pen, mendirikan partai Front Nasional pada 1972, yang kemudian berganti nama menjadi National Rally di tahun 2018. Partai politik itu dipandang rasis dan anti-Yahudi.
(has)